Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah China menanggapi positif pemutusan hubungan diplomatik Nauru dengan Taiwan dan memilih untuk menerapkan prinsip "Satu China".

"Sebagai negara berdaulat yang merdeka, Republik Nauru mengumumkan bahwa mereka mengakui prinsip 'Satu China', memutuskan apa yang disebut 'hubungan diplomatik' dengan otoritas Taiwan dan berupaya membangun kembali hubungan diplomatik dengan China, kami mengapresiasi dan menyambut baik keputusan Pemerintah Nauru," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, China dilansir ANTARA, Senin, 15 Januari.

Nauru, negara di Pasifik selatan, diberitakan memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan dengan menyatakan tidak akan lagi mengakui Taiwan sebagai "negara terpisah", melainkan "sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari wilayah China". Pemerintah Nauru juga menyebut tidak lagi mengembangkan hubungan resmi dengan Taiwan.

"Hanya ada satu China di dunia, Taiwan adalah bagian tak terpisahkan dari wilayah China, dan pemerintah Republik Rakyat China adalah satu-satunya pemerintahan sah yang mewakili seluruh China," tegas Mao Ning.

Hal tersebut, menurut Mao Ning, telah ditegaskan dalam Resolusi 2758 Majelis Umum PBB dan merupakan konsensus yang berlaku di komunitas internasional.

"China telah menjalin hubungan diplomatik dengan 182 negara berdasarkan prinsip 'Satu China'. Keputusan Pemerintah Nauru untuk membangun kembali hubungan diplomatik dengan China sekali lagi menunjukkan bahwa prinsip 'Satu China' menjadi landasan tren opini global dan alur sejarah," sambung Mao Ning.

Mao Ning menyebut China siap bekerja sama dengan Nauru untuk membuka babak baru dalam hubungan bilateral berdasarkan prinsip 'satu China'. Ia pun membantah bahwa China menawarkan imbalan kepada Nauru untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan.

"Sebagai negara berdaulat, Republik Nauru secara independen membuat pilihan yang tepat dengan mengumumkan pengakuan prinsip 'Satu China' dan berupaya membangun kembali hubungan diplomatik dengan China. Hal ini sepenuhnya menunjukkan bahwa prinsip 'Satu China' merupakan landasan tren opini global dan alur sejarah," ungkap Mao Ning.

Pernyataan Nauru untuk mengakui prinsip "Satu China" itu dilakukan pasca pemilu Taiwan pada Sabtu (13/1) yang dimenangi William Lai Ching-te dari Partai Progresif Demokratik (DPP) yang digambarkan sebagai pembela demokrasi Taiwan.

Namun Beijing menyebut dia "berbahaya" dan menjadi salah satu "kelompok separatis" sehingga dapat memicu konflik lintas Selat.

William Lai Ching-te memperoleh lebih dari 5,58 juta suara dari sekitar 14 juta surat suara, Hou Yu-ih, mengantongi 4,66 juta suara dan Ko Wen-je dari Partai Rakyat Taiwan (TPP) memperoleh 3,68 juta suara.

Saat ini Lai masih menjadi wakil pemimpin Tsai Ing-wen dan ini akan menjadi masa jabatan DPP ketiga secara berturut-turut.

Di bawah kepemimpinan Tsai Ing-wen dari Partai Progresif Demokratik (DPP) sejak 2016, Taiwan mengambil sikap keras menentang Beijing serta prinsip "Satu China" yang mengatakan bahwa Taiwan merupakan wilayah di bawah kekuasaan Beijing.