Bagikan:

MAKASSAR - Cawapres Mahfud MD mengaku ingin mengembalikan Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Undang-Undang lama sebelum dilakukan revisi demi mengembalikan kejayaan dan marwah KPK.

"Untuk KPK yang sekarang, saya kepercayaan agak kurang, tapi menurut saya KPK masih diperlukan. Karena dulu KPK punya masa jayanya dengan Undang-undang yang dulu. Kalau saya terus terang, Undang-undangnya dikembalikan aja ke dulu, itu yang penting," papar Mahfud saat menyampaikan gagasan dan visinya di kampus Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan dilansir ANTARA, Sabtu, 13 Januari.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini pun juga menanggapi pertanyaan dosen Unhas Profesor Armin Asryad yang menyampaikan keprihatinan atas eksistensi KPK yang mulai meredup setelah Undang-undang KPK direvisi dan disahkan oleh DPR RI.

"Orang bertanya kepada saya, anda kan berada di situ kok bisa lahir Undang-undang KPK yang melemahkan KPK. Lah, Undang-undang itu lahir sebelum saya menjadi Menko Polhukam, jadi dibahas sejak Januari, September disahkan, Oktober saya jadi Menteri, jadi tidak bisa ini (ditahan) sudah disahkan," tuturnya.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menerangkan alasan pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu). Perppu kata Mahfudtidak bisa dikeluarkan karena DPR menolak.

"Karena, Perppu itu disetujui DPR itu di masa sidang. Kalau DPR menolak Perppu itu, padahal KPK sudah siap bekerja dengan Undang-undang lalu dibatalkan Perppu, ini bisa kacau perjalanan antara keluarnya Undang-undang dan keluarnya Perppu, maka bisa tidak sah semua tindakan hukum yang dilakukan KPK, harus dilepas semua orang dipenjara itu (koruptor)," paparnya menjelaskan.

Menurut Mahfud, bila dirinya terpilih bersama Ganjar Pranowo,  dirinya bakal mengembalikan aturan lama yang sebelumnya dijalankan KPK agar kepercayaan publik dikembalikan.

"Kalau saya setujui ini diperbaiki. Agenda kita pertama, ubah Undang-undang KPK, kembalikan ke yang lama. Dengan proses seleksi yang tidak usah terlalu banyak melibatkan DPR. Objektif aja, serahkan kepada masyarakat. Dulu kan ada tim dari tokoh masyarakat, DPR formalitas saja. Sekarang (DPR), lobi dulu jadi ini, itu, sudah dijerat lehernya sebelum jadi," papar dia.