JAKARTA - Gedung Putih menuding Rusia menggunakan rudal balistik jarak pendek (SRBM) yang berasal dari Korea Utara, untuk melakukan sejumlah serangan terhadap Ukraina, mengutip data intelijen yang baru dibuka.
Juru Bicara Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan kepada wartawan, Amerika Serikat akan membicarakan perkembangan ini dengan Dewan Keamanan PBB.
Kirby menyebut transfer senjata Korea Utara ke Rusia sebagai "eskalasi yang signifikan dan mengkhawatirkan", mengatakan Washington akan menjatuhkan sanksi tambahan terhadap mereka yang memfasilitasi kesepakatan senjata tersebut.
Baik Moskow maupun Pyongyang membantah melakukan kesepakatan senjata apa pun, namun tahun lalu berjanji untuk memperdalam hubungan militer.
Penggunaan rudal tersebut mendapat kecaman dari Inggris, serta Korea Selatan, yang telah melaporkan pada Bulan November, jika Korea Utara mungkin telah memasok SRBM ke Rusia sebagai bagian dari kesepakatan senjata yang lebih besar yang juga mencakup rudal anti-tank dan anti-udara, serta artileri, mortir dan senapan.
"Informasi kami menunjukkan, Republik Demokratik Rakyat Korea baru-baru ini memberi Rusia beberapa rudal balistik dan peluncurnya," kata Kirby, menggunakan nama resmi Korea Utara, melansir Reuters 5 Januari.
Pada tanggal 30 Desember, katanya, "Pasukan Rusia meluncurkan setidaknya satu rudal balistik Korea Utara ke Ukraina," menambahkan rudal tersebut tampaknya mendarat di lapangan terbuka.
Kemudian pada Hari Selasa Rusia meluncurkan “beberapa” rudal Korea Utara sebagai bagian dari gelombang serangan udara besar yang lebih luas, kata Kirby. Washington masih menilai dampak dari rudal-rudal tersebut.
Diketahui, Rusia baru-baru ini melancarkan beberapa serangan paling intens terhadap Ukraina sejak perang dimulai hampir dua tahun lalu. Kyiv sendiri pada Hari Selasa mengatakan, Rusia telah meluncurkan lebih dari 300 drone penyerang dan berbagai jenis rudal terhadap kota-kota di seluruh Ukraina sejak Jumat.
Meski Gedung Putih tidak menjelaskan secara spesifik jenis rudal apa yang dikirim Pyongyang ke Rusia, Kirby mengatakan rudal tersebut memiliki jangkauan sekitar 900 km (550 mil) dan merilis grafik yang menunjukkan rudal KN-23 dan KN-25.
Rudal semacam itu adalah SRBM berbahan bakar padat baru yang mulai diuji oleh Korea Utara pada tahun 2019, kata Ankit Panda, dari Carnegie Endowment for International Peace yang berbasis di Negeri Paman Sam.
BACA JUGA:
"Ini adalah penggunaan rudal Korea Utara yang pertama kali diketahui dalam pertempuran," katanya.
Kirby mengatakan, AS mengharapkan Rusia dan Korea Utara untuk belajar dari peluncuran ini, dan mengantisipasi Rusia akan menggunakan rudal dari tambahan Korea Utara untuk menargetkan Ukraina.
Dia mengatakan, Iran belum mengirimkan rudal balistik jarak dekat ke Rusia, namun Washington yakin Rusia bermaksud membeli sistem rudal dari Iran.
Moskow dinilai sangat bergantung pada Iran untuk drone dan persenjataan lainnya untuk digunakan melawan Ukraina.