KPK Hadirkan Andi Arief di Sidang Kasus Korupsi Penyertaan Modal yang Jerat Eks Bupati PPU
Ilustrasi-(Foto: DOK ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Kepala Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Andi Arief sebagai saksi di sidang dugaan korupsi penyertaan modal yang menjerat eks Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas’ud.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan persidangan dilaksanakan pada hari ini, Kamis, 4 Januari. Andi akan mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda itu secara daring.

“Tim jaksa menghadirkan saksi Andi Arief,” kata Ali kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 4 Januari.

Andi dihadirkan sebagai saksi untuk dua terdakwa, kata Ali. Mereka adalah Heriyanto yang merupakan Direktur Utama Perumda Benuo Taka dan Karim Abidin, Kepala Bagian Keuangan Perumda Benuo Taka.

“Yang bersangkutan telah hadir di gedung Merah Putih KPK dan mengikuti persidangan secara daring,” ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, Andi Arief sudah pernah diperiksa untuk kasus yang sama ketika penyidikan masih dilakukan. Ketika itu ia ditanya soal aliran uang yang diduga diterimanya.

Sementara itu, Andi mengaku ditanyai peran Abdul Gafur di Musyawarah Daerah (Musda) Demokrat Kalimantan Timur ketika diperiksa penyidik. Dia juga mengklaim diberitahu penyidik ada pihak yang menerima uang hingga ratusan juta tapi mengaku tak tahu siapa.

"Ada dugaan seorang yang harus saya imbau kalau memang dia benar menerimanya dia harus kembalikan ke negara," katanya di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 19 Juni.

KPK menetapkan Abdul Gafur, Direktur Utama Perumda Benuo Taka, Heriyanto; Dirut Perumda Benuo Taka Energi, Baharun Genda; dan Kepala Bagian Keuangan Perumda Benuo Taka, Karim Abidin ditetapkan sebagai tersangka sebagai tersangka korupsi penyertaan modal. Ini adalah pengembangan kasus suap, gratifikasi, dan pencucian uang yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT).

Komisi antirasuah menduga Abdul Gafur merugikan negara hingga Rp14,4 miliar karena memberi modal tanpa dasar kajian lengkap. Akibatnya, pos anggaran disusun secara fiktif.

Dia kemudian diduga menerima Rp6 miliar dari penyertaan modal tersebut. Duit itu digunakan untuk menyewa private jet, menyewa helikopter, hingga dukungan dana bagi Musyawarah Daerah Partai Demokrat Kalimantan Timur.