JAKARTA - Pemerhati Telematika dan Multimedia Independen KRMT Roy Suryo menyebut Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) masih menyisakan pasal multitafsir
Roy melihat revisi kedua ini nyaris tidak akan terlalu berpengaruh dan masih menyisakan dan menimbulkan multipersepsi bagi pelaksanaan di lapangannya.
"Karena meski ada pengurangan pasal, tetapi banyak juga penambahan ayat-ayat di pasal-pasal lainnya. Padahal saat ini sudah disahkan juga KUHP Baru yang didalamnya memuat Poin-poin dalam UU ITE sebelumnya, bahkan ada yang sudah dihapus" kata Roy Suryo lewat keterangan tertulis, Kamis 7 Desember.
Dia mengatakan, secara obyektif dirinya memberikan apresiasi terhadap penambahan pasal 16A dan 16B yang ditujukan untuk perlindungan kepada anak-anak dalam mengakses Teknologi Informasi.
"Meski Penambahan pasal ini terkesan diluar Ranah UU ITE, namun memang kalau masih harus menunggu UU dari Kementerian lain yang mengurusi soal anak akan terlalu lama dan bisa tidak sinkron dengan UU ITE yang dibuat saat ini" ujarnya.
Eks Dewan Pakar Penyusun UU ITE ini mempertanyakan perubahan-perubahan pasal 27 dan 28 yang tampaknya dikurangi, tetapi ditambah lagi dengan ayat-ayat lain.
Bahkan ada tambahan ayat 3 soal Kerusuhan yang ditimbulkan - sebagai pengganti dari Aturan sejenis di Pasal 15 UU No 1 th 1946).
"Dengan demikian revisi-revisi di 2 Pasal ini malah akan menimbulkan multitafsir atau selera aparat hukum dalam mengartikan UU ITE yang sampai sekarang tidak ada standarisasinya" katanya.
Roy menilai, hal yang aneh lagi yakni ada di revisi pasal 40a di mana diperkenankannya Intervensi pemerintah dalam melakukan Koreksi sampai pemutusan akses.
Bahkan di pasal 43 sekarang dimungkinkan penutupan akun secara sepihak bilamana dinilai melanggar.
"Hal ini sangat dikhawatirkan banyak terjadi dispute karena persepsi seseorang dengan orang lain pasti tidak akan sama apalagi jika terdapat perbedaan pandangan politik" papar Roy.
BACA JUGA:
Selanjutnya menurut Roy Suryo, adalah dimungkinkannya seseorang tidak ditahan dengan pasal 45 yang biasanya digunakan selama ini bilamana bisa menyampaikan syarat-syarat tertentu.
Kata dia, sekilas tambahan-tambahan keterangan di pasal ini tampak bagus utk melindungi masyarakat, namun dia mengkhawatirkan justru di kemudian hari dapat digunakan sebagai bargain dalam menentukan nasib seseorang yang akan dikenakan pasal tersebut karena perbedaan persepsi terhadap peristiwa yang dilakukannya.