Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyimpulkan ketegangan geopolitik global yang dipicu situasi perang Israel-Palestina maupun Rusia-Ukraina tidak mungkin dihentikan dalam waktu dekat.

Jokowi dalam agenda Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2023 di Jakarta, Rabu malam, meminta sektor keuangan di Indonesia untuk mengantisipasi dampak situasi perang tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

"Seperti disampaikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dunia sedang tidak sedang baik-baik saja. Banyak fenomena isu domestik negara-negara yang berdampak ke global," kata Presiden Jokowi dilansir ANTARA, Rabu, 29 November.

Presiden mengatakan dampak global yang dipicu oleh perang telah mengakibatkan inflasi suku bunga yang tinggi di Amerika Serikat, pelambatan ekonomi hingga krisis properti di China karena tensi geopolitik yang serba mendadak.

"Semua negara kalau mau perang beritahu dulu sehingga kita bisa siap-siap, apa yang perlu dipersiapkan," katanya.

Mengenai hal itu, Jokowi pun memutuskan untuk selalu terlibat dalam berbagai kesempatan konferensi internasional demi bisa mengamati dampak geopolitik global terhadap ekonomi, harga pangan, hingga energi di Indonesia.

Beberapa sebelumnya, Presiden Jokowi menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pada 11 November 2023 membahas situasi di Gaza, Palestina.

Setelah menghadiri KTT Luar Biasa OKI di Riyadh, Presiden Jokowi melanjutkan perjalanan ke Washington D.C. pada 12 November 2023 untuk bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden guna menyuarakan posisi tegas Indonesia mengenai situasi di Gaza.

Dari Washington D.C., Presiden Jokowi menuju San Francisco untuk menghadiri KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) pada 16 November 2023 dengan membawa dua isu, yakni pembangunan berkelanjutan dan pembangunan inklusif.

"Tapi, di akhir summit, saya dalam hati menyimpulkan bahwa memang perangnya tidak mungkin distop dalam waktu dekat," katanya.

Karena itu, kata Jokowi, dampak dari perang yang kini masih berlangsung harus diantisipasi oleh seluruh pihak terkait di Indonesia.

"Karena kalau sudah yang namanya perang, ganggunya ke mana-mana. Gangguan rantai pasok global, lonjakan harga pangan, lonjakan harga energi, semuanya terdampak," ujarnya.

Jokowi juga menyinggung tentang dampak perubahan iklim yang kian dirasakan masyarakat Indonesia, salah satunya produksi pangan nasional yang sedikit menurun.

"Dua puluh dua negara membatasi ekspor pangan, dadakan lagi ini. Dulu yang namanya impor beras, semua negara menawarkan, saya punya stok, saya punya stok. Sekarang 22 negara membatasi dan stop ekspor pangan," katanya.

Namun, di tengah situasi itu, Jokowi bersyukur ekonomi Indonesia masih tetap tumbuh dan stabil pada kisaran angka 5 persen.

"Kalau kita bicara dengan kepala negara lain, dengan presiden, perdana menteri, kita bangga banget tuh dengan pertumbuhan ekonomi kita yang masih 5 persen meskipun kalau kita lihat kadang-kadang di bawah," ujarnya.