Bagikan:

JAKARTA - Penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) kian menuai kritikan. Setelah impor bawang putih, kini impor buah-buahan pun sama, menuai kritikan.

Penerbitan RIPH terbaru untuk impor buah yang hanya diberikan terhadap beberapa perusahaan --di antaranya disinyalir terafiliasi-- dinilai sangat janggal oleh beberapa pihak. Karenanya, pemberian RIPH ini disinyalir bernuansa muatan politik tertentu.

Pengamat Politik dari Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara mengatakan, proses penerbitan RIPH tidak boleh ada kepentingan politik tertentu. Dia menilai, pemberian rekomendasi impor untuk komoditas bawang putih dan buah-buahan yang tak terbuka mengindikasikan ada ‘muatan politik’, apalagi menterinya berasal dari parpol.

"Jadi dalam proses RIPH bawang putih dan buah ini sudah pasti ada kepentingan politik. Hal ini tak terlepas dari status Menterinya berasal dari partai politik," kata Igor, dalam keterangan yang diterima, Senin 2 Maret.

Menurut Igor, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo harusnya berupaya menunaikan janji Presiden Jokowi saat mengikuti Pemilihan Presiden 2019 lalu, mengembangkan pertanian lokal. Jika melakukan impor, prosesnya mutlak harus transparan. Kemendag menurutnya harus berhati-hati menyeleksi untuk memberikan Surat Perserujuan Impor (SPI).

“Kalau kinerja Kementerian seperti itu, ya bisa saja diduga akan di-reshuffle,” ujarnya.

Ketua Asosiasi Hortikultura Anton Muslim Arbi mengungkapkan senada. Hal yang menimbulkan kecurigaan, kata dia, hanya 10 importir yang mendapat RIPH untuk bawang putih, sementara pengajuan ada 100 sejak Nopember 2019.

Ia berharap tidak ada permainan antara pejabat dan pengusaha tertentu dalam RIPH bawang, juga buah ini. “Institusi negara jangan memberikan pelayanan seperti itu dong, kompetisi yang sehat, jadi tidak ada saling curiga,” jelasnya.

Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Golkar Alien Mus di rapat dengan Kementan, juga mengungkap persoalan sama. Dia mempertanyakan, dari perusahaan yang baru mendapat izin RIPH ini, ada satu perusahaan yang dominan jumlah impornya ketimbang dua perusahaan lainnya.

"Kementan baru mengeluarkan izin RIPH kepada 3 perusahaan yaitu Laris Manis Utama, Cherry Fruit, Karunia Alam Raya Sejati. Tapi di sini ada kejanggalan dari ketiga perusahaan tersebut ada 1 perusahaan yang betul-betul jumlah impornya melebihi lainnya," ujar di ruang rapat DPR, Jakarta, Senin 17 Februari lalu.

Sementara, kini beredar informasi bahwa RIPH untuk buah juga dikeluarkan hanya kepada 4 perusahaan, yakni MJN, CAB, GSB, GM. Tiga di antaranya; MJN sebanyak 8.000 ton, CAB 23.425 ton, dan GSB dengan 18.820 ton, disinyalir terafiliasi. Sedangkan GM dengan 7.000 ton di luar ketiganya. 

Terhadap informasi ini, anggota Komisi IV Darori Wonodipuro mengatakan akan mengecek kebenaran bahwa pemilik tiga perusahaan yang mengantongi RIPH adalah orang yang sama. Darori menuturkan, jika informasi tersebut benar, bisa dilakukan pembatalan RIPH.

“Semestinya tidak boleh tiga perusahaan yang dimiliki orang yang sama, itu namanya monopoli. Tapi harus dicek dulu kebenarannya,” ujarnya.

Kementan, sebaliknya menepiskan tudingan ketidaktransparanan. Dirjen Holtikultura Kementan Prihasto Setyanto usai rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR beberapa waktu lalu mengatakan pemberiam RIPH dilakukan secara terbuka. Dia juga membantah ada konflik kepentingan dalam pemilihan importir.

Namun dia tidak membeberkan perusahaan-perusahaan yang diberikan RIPH dengan kuota masing-masing. "Kata siapa kurang terbuka. Enggak. Kan dugaan saja. Semua terbuka," katanya