JAKARTA - Komisi III menyayangkan masih adanya oknum penegak hukum yang terlibat peredaran narkoba di tanah air. Komisi yang membidangi urusan hukum ini pun mendesak adanya pengawasan internal yang lebih ketat.
"Sistem pengawasan yang efektif perlu diterapkan untuk memantau kinerja petugas kepolisian dan ASN untuk mengidentifikasi potensi penyalahgunaan kekuasaan atau pelanggaran etika," kata anggota Komisi III DPR RI, Didik Mukrianto, Rabu 25 Oktober.
Ada sejumlah kasus yang melibatkan oknum Polri ke dalam jaringan narkoba di mana baru-baru ini terungkap, seorang oknum kepolisian bernama AKP Andri Gustami terseret dalam kasus gembong narkoba jaringan internasional, Fredy Pratama. Mantan Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan itu menjadi kurir spesial jaringan Fredy Pratama yang bertugas meloloskan Narkoba di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan.
Dalam sidang di PN Tanjung Karang, AKP Andri Gustami diketahui telah meloloskan 8 kali pengiriman Narkoba dengan total 150 kilogram. Andri juga diketahui menawarkan diri untuk bergabung dalam jaringan Fredy Pratama dengan meyakinkan bahwa bisa meloloskan pengiriman sabu.
Didik menilai kasus AKP Andri ini menjadi peringatan keras bagi kepolisian untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap seluruh jajarannya. Apalagi kasus tersebut terungkap tak berselang lama dari kasus Irjen Teddy Minahasa yang ditangkap karena menjadi pengendali penjualan sabu seberat 5 Kg.
"Tidak sedikit kita temukan kasus yang melibatkan oknum kepolisian yang menjadi pelaku peredaran narkoba. Bagaimana sebetulnya pelaksanaan pengawasan dan pembinaan internal anggota Polri selama ini? Apakah hanya sekedar memenuhi formalitas atau memang dijalankan dengan serius dan sepenuh hati? Saya pikir perlu ada reformulasi pada sistem kinerja, pengawasan dan pembinaan SDM anggota kepolisian kita,” ucap Didik.
“Kemungkinan besar ada yang salah, institusi penegak hukum yang harusnya menghentikan peredaran narkoba, justru masih ada okumnya yang ikut menikmati hasil kejahatan tersebut?” lanjutnya.
Menurut Didik, banyaknya kasus oknum kepolisian yang terlibat dalam peredaran narkoba merupakan pekerjaan besar bagi Polri. Ia menilai, peningkatan pengawasan internal saja tidak cukup untuk menghentikan fenomena tersebut.
BACA JUGA:
“Yang kasus besar aja cukup banyak, apalagi kasus kecil-kecil yang tidak tersorot. Maka saya katakan, mereformulasi reformasi kultural dalam rangka memperbaiki integritas, moral, mental dan kinerja personel Polri sangat diperlukan. Dan kasus-kasus seperti ini sangat mencoreng institusi kepolisian,” tutur Didik.
Legislator dari Dapil Jawa Timur IX ini juga menekankan pentingnya evaluasi personel kepolisian secara berkelanjutan. Didik menyebut evaluasi bagi personel Polri tak hanya sekadar soal bebas narkoba saja, tapi juga bagaimana aktivitas sehari-harinya di luar tugas mereka sebagai anggota Polri.
"Bagian ini sangat penting dan signifikan. Karena melihat dalam kasus AKP Andri, yang bersangkutan bahkan menawarkan diri untuk masuk dalam jaringan gembong narkoba,” ungkapnya.
Di sisi lain, Didik mendukung langkah tegas Polri yang tidak pandang bulu terhadap anggotanya yang terlibat jaringan narkoba. Sama seperti Teddy Minahasa, AKP Andri dijatuhi hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari Polri.
“Tidak bisa pungkiri, Polri juga tetap berbenah diri dengan menindak tegas anggotanya yang terlibat dalam jaringan narkoba. Ini membuktikan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tidak pandang bulu terhadap siapa saja yang terafiliasi jaringan narkoba, meskipun anak buahnya sendiri,” sebutnya.
Selain Polri, Didik menyoroti peredaran narkoba di institusi negara lainnya. Seperti yang baru saja terjadi di Sibolga, Sumatera Utara, di mana seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisal HST ditangkap karena kepemilikan sabu dan ganja. Pegawai di lingkungan Pemkot Sibogla itu sudah menjadi target polisi dalam kasus narkoba.
“Peredaran narkoba sudah terjadi di mana-mana, bahkan di lingkungan instansi pemerintahan. Penyalahgunaan narkotika yang melihatkan ASN harus diusut tuntas dan ditindak tegas sebagai efek jera agar seluruh pelayan negara tidak main-main dengan urusan narkoba, sekecil apapun itu,” ujar Didik.
“Harus diingat, ASN memiliki tugas melayani masyarakat. Segala tindakannya harus mematuhi norma dan hukum karena ASN harus memberi contoh kepada rakyat,” imbuh Anggota Banggar DPR RI itu.
Lebih lanjut, Didik menyinggung tentang peredaran narkoba yang juga banyak melibatkan oknum petugas lembaga pemasyarakatan (Lapas). Terbaru, oknum petugas Lapas Kelas I Cipinang inisial AF ditangkap dalam kasus kepemilikan narkoba. Bahkan dari keterangan Polres Metro Jakarta Timur, oknum petugas Lapas tersebut melibatkan seorang warga binaan saat menjalankan praktik haramnya.
"Banyak juga kita temukan oknum petugas di Lapas memainkan peran sebagai jaringan narkoba. Baik itu kurir atau yang meloloskan Narkoba masuk atau keluar Lapas. Ini juga masih menjadi momok di negara kita yang sampai saat ini belum juga bisa diatasi,” tukas Didik
Oleh karenanya, Didik berharap adanya pengawasan internal yang ketat di semua instansi negara. Pimpinan setiap lembaga pun diminta Didik untuk tidak abai dalam mengawasi anak buahnya, dan harus berani bertindak tegas memutus peredaran narkoba.
"Kedepannya, kami di DPR berharap tidak ada lagi pelayan masyarakat yang terlibat dalam penggunaan atau penyebaran narkoba. Ini demi nama baik Indonesia dan keselamatan generasi penerus bangsa,” pungkasnya.