Gelora Dukung Gibran Jadi Cawapres Prabowo, Ini 3 Alasannya
Anis Matta/kiri (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta mendukung Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi bakal calon wakil presiden (bacawapres) pendamping Prabowo Subianto dalam kontestasi Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.

"Partai Gelora mendukung Mas Gibran sebagai calon wakil presiden (pendamping) Pak Prabowo. Cawapres Gelora adalah Gibran," kata Anis Matta dilansir ANTARA, Jumat, 20 Oktober.

Dia mengatakan ada tiga alasan kenapa Partai Gelora mendukung Gibran menjadi cawapres pendamping Prabowo.

Pertama, adalah Gibran sosok yang bisa melanjutkan rekonsiliasi antara Prabowo dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Alasan kedua, Gibran akan menambah kekuatan elektoral Prabowo di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Alasan ketiga adalah perpaduan generasi, yaitu Prabowo adalah calon presiden (capres) tertua, sementara Gibran adalah cawapres termuda.

"Saya kira tiga alasan ini menemukan relevansinya, apalagi kalau bicara rekonsiliasi dan pembelahan yang tajam, yang potensinya juga akan terjadi di Pilpres 2024," ujarnya.

Menurut dia, mendorong Gibran sebagai bacawapres pendamping Prabowo bukan berarti melanggengkan politik dinasti. Dia menilai dalam demokrasi, tidak dikenal politik dinasti, karena semua dikembalikan kepada rakyat.

Dia mencontohkan sepak terjang Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Puan Maharani dalam politik, yang dianggap sebagai kelanjutan dinasti politik Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden RI-5 Megawati Soekarnoputri.

"AHY maju Pilkada DKI (Pilgub DKI Jakarta 2017) hasilnya kalah dan Puan juga tidak dicalonkan sebagai capres, karena memang ini urusannya dengan rakyat. Semua ada kalkulasinya, mau anak siapapun, apakah itu anak presiden atau anak orang biasa sama saja," ujarnya.

Karena itu menurut dia, di dalam sistem demokrasi pemilu, tidak ada politik dinasti karena semuanya setara dan bergantung kepada rakyat, apakah figur yang bersangkutan diterima atau tidak.

Anis Matta juga menilai tidak boleh ada diskriminasi usia untuk menjadi pemimpin dengan menghilangkan hak anak muda. Padahal menurut dia, suara anak muda diperebutkan dalam setiap pemilihan.

"Jadi ketika orang sudah menjadi pemilih di usia muda, maka pada saat yang sama tidak boleh dihilangkan haknya untuk menjadi pemimpin," katanya.

Menurut dia, kiprah para pemimpin muda, banyak dikenal dalam sejarah Islam dan berhasil seperti Umar bin Abdul Azis, Khalifah Dinasti Umayyah dan Muhammad al-Fatih (Mehmed II), Sultan Ustmaniyah, Turki.

Dia menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia capres-cawapres 40 tahun atau yang menduduki jabatan yang dipilih dari pemilu/pilkada pada Senin (16/10), bisa saja dikaitkan dengan isu keluarga Presiden Jokowi agar putra sulungnya bisa maju sebagai bacawapres.

"Keputusan MK ini memang gampang dihubungkan dengan isu keluarga, tapi kita mesti melihat hal ini, bukan hanya berlaku di 2024, tetapi juga di 2029 dan seterusnya. Kita harus memandang ini dari sisi keadilan," katanya.