MEDAN - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara(Sumut) menegaskan tingginya harga beras di wilayah tersebut terjadi bukan karena stok langka.
"Justru beras di Sumut itu surplus," ujar Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut Muhammad Juwaini dikutip ANTARA, Jumat, 6 Oktober.
Juwaini menegaskan, jika terjadi kelangkaan beras, masyarakat Sumut pasti terlihat antre hingga berebut beras di pasar-pasar dan bisa terjadi situasi yang menimbulkan kepanikan.
"Walau beras naik, tidak ada kondisi seperti itu," kata Juwaini.
Menurut dia, yang menjadi penyebab naiknya harga beras di Sumut adalah beberapa faktor seperti kenaikan ongkos produksi dan pengaruh fenomena El Nino.
Ongkos produksi disebutnya naik lantaran harga pupuk, pestisida, upah kerja dan lain-lain melambung.
"Terkait El Nino, yang menyebabkan kekeringan di beberapa wilayah Indonesia seperti Pulau Jawa dan Indonesia timur, hal itu memengaruhi kenaikan harga gabah di Sumut," tutur Juwaini.
Dia melanjutkan, sepanjang Januari sampai Agustus 2023, Sumut mampu memproduksi 2.691.107 ton gabah kering panen (GKP) yang berhasil diolah menjadi 1.714.235 ton beras.
BACA JUGA:
Adapun kebutuhan masyarakat Sumut pada periode tersebut adalah 1.392.689 ton, sehingga provinsi beribu kota Medan itu surplus beras 321.546 ton.
Harga beras medium di Sumut melewati harga eceran tertinggi (HET) pemerintah dalam beberapa minggu terakhir.
Badan Pangan Nasional mencatat, pada Jumat (6/10), harga rata-rata beras medium di Sumut mencapai Rp13.540 per kilogram atau lebih tinggi dari HET Rp11.500 per kilogram.
Sementara beras premium berharga rata-rata Rp14.650 per kilogram, lebih besar dari HET Rp14.400.