JAKARTA - Stigma ganja masih hitam. Masyarakat Indonesia masih terkurung dalam pemikiran bahwa ganja adalah sampah perusak generasi bangsa. Miris. Semiris sikap otoritas mengkriminalisasi ganja ke dalam golongan satu narkotika. Buku Hikayat Pohon Ganja jadi tandingan serius bagi pemikiran usang itu. Sebuah narasi tentang manfaat ganja dalam banyak aspek kehidupan.
Disusun oleh organisasi nirlaba yang fokus mendorong pemanfaatan ganja, Lingkar Ganja Nusantara (LGN), Hikayat Pohon Ganja adalah buku pertama sekaligus yang paling lengkap memberi ulasan tentang ganja secara objektif di Indonesia. Dalam buku ini LGN menghadirkan berbagai fakta dan data terkait pemanfaatan tanaman ganja.
Hikayat Pohon Ganja berisi informasi-informasi dasar untuk memperkenalkan tanaman lima jari kepada pembaca. Tentang ganja medis, peradaban ganja di dunia, hingga budaya ganja Nusantara, yaitu tentang bagaimana masyarakat Indonesia di berbagai daerah menggunakan ganja secara turun temurun untuk berbagai aspek kehidupan.
Selain itu, ada berbagai topik lain yang dimunculkan dalam buku. Misalnya, bagaimana ganja jadi tanaman penyelamat dunia atau bagaimana ganja dalam sistem politik ekonomi internasional. Namun, kami memilih tiga babak yang paling menarik untuk dijabarkan.
Babak pertama
Babak Pertama, perkenalan dengan ganja. Dalam babak ini, ganja tak ubahnya dianggap sebagai pohon kehidupan. Itu semua karena legenda yang secara turun temurun disyairkan kepada dunia, berbentuk ganja sebagai tanaman yang dalam berbagai cerita masyarakat dan mitologi disebut-sebut terlibat erat dalam evolusi, jalannya peradaban, serta pencapaian teknologi manusia.
Walau kini ganja sering kali diasosiasikan dengan hal negatif, sejatinya pada masa dahulu ganja justru dilihat sebagai tanaman multiguna alias bisa digunakan untuk keperluan apa saja. Contohnya, ganja dapat dimanfaatkan sebagai sumber sandang, pangan, papan, obat-obatan, dan hingga energi murah.
Selebihnya, babak ini bercerita penuh terkait sejarah penamaan ganja, tentang bagaimana tanaman ini ditemukan sekitar tahun 3000 SM. Fakta tersebut ditemukan di lempengan tanah liat yang ditulis dengan paku oleh bangsa Sumeria.
“Pada masa itu, kata-kata dalam bahasa Sumeria seperti “a-zal-la” (tanaman yang memintal), “sa-mi-ni-is-sa-ti”, “har-mu-um”, “gur-gur-rum” (tali tambang) dan “gan-zi-gun-na” (pencuri jiwa yang terpintal) merujuk pada satu jenis tanaman, yaitu ganja,” tertulis di halaman 4.
Babak kedua
Kedua adalah babak yang menjelaskan tentang peradaban ganja di dunia. Dari seluruh isi buku, inilah bagian paling menarik karena memuat fakta bahwa peradaban ganja di dunia sudah mulai berkembang ribuan tahun yang lalu.
Fakta bahwa ganja tak hanya dimanfaatkan untuk senang-senang belaka diulas secara mendalam di sini. Babak ini menjelaskan bagaimana ganja digunakan sebagai penunjang ritual, bahan obat-obatan, bahkan penambah tenaga yang ada di berbagai belahan dunia seperti China, Persia, India, Jepang, Yunani, Romawi, dan banyak lagi.
Di dataran China, misalnya. Dua ahli botani, Richard Schultes dan Alber Hoffman menjelaskan, ganja telah ditanam di China daratan sejak 8.500 tahun yang lalu.
Buktinya, “ada beberapa macam sebutan di China untuk tanaman ganja,”da ma” (Ganja besar), “huo ma” (Ganja api), “xian ma” (Ganja Baris), “huang ma” (Ganja kuning), sementara biji Ganja disebut dengan “ma zi” atau “huo ma ren” (biji ganja api), sementara tanaman ganja betina disebut dengan “ma fen” (Ganja harum).” tertulis di halaman 21.
Babak ketiga
Terakhir, tentang ganja medis. Perkembangan pemanfaatan ganja dalam hal medis sudah tentu jadi sorotan di babak ini. Ragam fakta dari beragam jurnal turut dimuat guna mendukung opini tanaman ganja bisa dimanfaatkan untuk mengobati penyakit.
Sederet penyakit yang tertulis adalah alzheimer, glaukoma, radang sendi, masalah buang air, dan lain sebagainya. Hal itu membuktikan anggapan pemakai awam maupun ahli yang mengganggap pemakaian ganja ‘hanya’ dapat menyebabkan seseorang malas atau kehilangan motivasi.
Faktanya, “sebuah studi di Jamaika tahun 1976 yang sifatnya menyeluruh mengenai pemakaian ganja selama bertahun-tahun menyekan bahwa untuk energi, ganja dikonsumsi pada pagi hari, pada waktu istirahat di tengah rutinitas kerja, atau tepat sebelum melakukan suatu pekerjaan berat,” ditulis di halaman 175.
Sebuah kritik
Secara keseluruhan, membaca buku ini hukumnya adalah wajib. Wajib karena buku ini merupakan satu-satunya buku yang mengulas secara panjang lebar terkait ganja di Indonesia. Wajib, karena buku ini membuat banyak fakta menarik terkait pemanfaatan ganja di berbagai belahan dunia. Serta wajib karena ganja dapat bepotensi menjadi jawaban untuk menyembuhkan ragam penyakit.
Namun, namanya sebuah karya, tentu ada kekurangan. Jika ditelusuri, kekurangan malah terlihat dari minimnya muatan perkembangan tentang sejauh mana eksistensi ganja di bumi Nusantara, bagaimana sejarahnya, budayanya, atau tentang mereka yang memanfaatkan ganja sekaligus tujuannya.
Tampaknya, tim penyusun begitu serius menggarap buku dengan menyodorkan satu demi satu fakta dari belahan dunia terkait pemanfaatan ganja, sampai lupa dengan perkembangan pohon kehidupan di negara sendiri, Indonesia.
Selain itu, di paparan terakhir terdapat ragam komentar yang kecenderungannya mendukung eksistensi ganja untuk segera mulai dimanfaatkan oleh pemangku kebijakan. Semua yang memberikan komentar baik Pandji Pragiwaksono (Komedian), hingga Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Akedisi) sudah satu suara yaitu mendukung.
Kiranya, empunya buku lupa, bahwa untuk menguatkan narasi dukungan, setidaknya tampilkan pula mereka yang berseberangan pikiran. Atau jangan-jangan mereka yang menolak malah tak ada? Entahlah.
Detail:
Judul Buku: Hikayat Pohon Ganja
Penulis: Tim LGN
Terbit Pertama Kali: November 2011
Penerbit: Perkumpulan Lingkar Ganja Nusantara
Jumlah Halaman: 350