Bagikan:

NTB - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) mencatat angka pengangguran di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terbanyak berasal dari lulusan perguruan tinggi.

Kepala Disnakertrans NTB, I Gede Putu Aryadi mengatakan, berdasarkan data BPS pada Agustus 2022 jumlah angkatan kerja di NTB 2,80 juta orang dengan penduduk yang bekerja 2,72 juta orang. Swementara pengangguran 80 ribu orang atau 2,89 persen.

"Rata-rata kenaikan jumlah angkatan kerja baru per tahun 60 ribu jiwa, sementara pertambahan kesempatan kerja tidak seimbang," ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu 24 September, disitat Antara.

Ia mengungkapkan, dari 80 ribu lebih yang menganggur, justru yang banyak menganggur adalah mereka yang lulus dari lembaga pendidikan tinggi.

"Penyebabnya adalah karena yang berpendidikan tinggi cenderung gengsi jika bekerja tidak sesuai dengan gelar-nya," kata Aryadi.

Berdasarkan data Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan online, diketahui ada 12 ribu perusahaan di NTB dan 9.000 merupakan perusahaan mikro.

Sementara perusahaan menengah dan besar hanya 726 perusahaan menengah, kurang dari 500 perusahaan besar dan sisanya tidak teridentifikasi.

"Artinya kesempatan kerja di NTB mayoritas adalah pekerja informal, pekerja rentan, dengan persentase 75,36 persen yaitu 2,05 juta orang dan hanya 600 ribuan orang yang bekerja di sektor formal," tuturnya.

Menurut dia, pada umumnya para pencari kerja khususnya angkatan kerja baru kebanyakan ingin menjadi PNS atau karyawan di perusahaan saja. Mereka belum begitu berpikir untuk membuka peluang usaha atau kesempatan kerja mandiri.

"Padahal untuk jadi orang hebat, tidak harus jadi PNS, jadi tenaga kerja mandiri (TKM) sukses malah jauh lebih hebat. Untuk meraih kesuksesan dibutuhkan proses. Segala sesuatu yang instan tentu tidak akan lama bertahan, karena dalam mempertahankan usaha atau karir dibutuhkan keahlian. Tanpa keahlian akan cepat runtuh usaha atau jabatan yang diraih," katanya.

Oleh karena itu, melalui TKM diharapkan menjadi salah satu strategi pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan dan pengangguran dengan meningkatkan produktivitas masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah.

Walaupun masih sedikit masyarakat yang berpikir untuk menjadi wirausahawan, namun dengan geliat ekonomi setelah pandemi yang semakin membaik setiap tahunnya, membawa pengaruh positif pada peningkatan jumlah TKM di NTB.

Aryadi menjelaskan, dalam membangun usaha sendiri harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain keahlian yang kompeten, niat yang sungguh-sungguh, modal dan jaringan pemasaran. Modal disini bisa berupa modal finansial dan modal teknologi. Usaha yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan pasar ke depan dan sesuai dengan keahlian yang dimiliki.

"Jangan membangun usaha yang tidak sesuai dengan keahlian karena akan menghasilkan produk yang tidak berkualitas. Jangan membangun usaha yang tidak sesuai kebutuhan pasar karena akan sulit dipasarkan," ujarnya.

Untuk itu, pihaknya terus mendorong peningkatan jumlah TKM. Untuk meningkatkan jumlah TKM, pemerintah melalui lembaga pelatihan kerja seperti BLK/LLK hadir untuk memberikan pelatihan keterampilan yang dibutuhkan dunia industri agar dapat langsung terserap dunia industri atau mampu membuka usaha industri sendiri.

Menurutnya, Pemprov NTB sudah membuat kebijakan untuk memaksimalkan kerjasama dan kolaborasi dengan DUDI dan seluruh pihak untuk mempersiapkan tenaga kerja agar terserap ke dunia industri dengan meluncurkan program inovasi PePADU Plus sejak 2021.

Melalui PePADU plus, pendekatan pelatihan dirubah menyesuaikan kebutuhan dunia industri sesuai dengan Analisis Job Future. Peserta tidak hanya diberi pelatihan sesuai dengan permintaan industri, tetapi juga langsung praktek di dunia industri, sehingga ketika selesai pelatihan bisa langsung terserap di dunia industri. Dan jika tidak terserap akan diberikan bimbingan manajemen usaha dan bantuan peralatan agar bisa menjadi wirausaha.

"Kalau hanya dikasih modal tanpa pelatihan keterampilan dan manajemen usaha, besar kemungkinan nanti usahanya tidak balik modal. Sementara kalau hanya diberikan pelatihan tanpa terintegrasi dengan kebutuhan pasar kerja, maka akan menambah lebih banyak pengangguran. Karena itu dengan memberikan pelatihan dan bantuan alat usaha dirasa lebih bermanfaat daripada hanya melatih atau hanya memberikan modal usaha," katanya.