PDIP: Isu Kemiskinan di Jateng Tidak Pengaruhi Elektabilitas Ganjar
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (Dok: Setneg)

Bagikan:

JAKARTA - Politikus senior PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno menegaskan isu kemiskinan di Jawa Tengah tidak akan memengaruhi elektabilitas Ganjar Pranowo dalam kontestasi Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.

"Jawa Tengah merupakan provinsi yang paling banyak menyabet penghargaan. Untuk indikator pembangunan, kinerjanya salah satu yang terbaik," ujar Hendrawan dikutip ANTARA, Senin, 4 September.

Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada bulan September 2013 persentase penduduk miskin di Jateng sebanyak 14,44 persen. Pada bulan Maret 2023, persentase penduduk miskin di Jateng 10,77 persen.

Namun, angka kemiskinan di Jateng yang menunjukkan tren penurunan. Hal ini, menurut dia,  justru "digoreng" sebagai kegagalan kinerja Ganjar selama menjadi Gubernur Jateng.

Hendrawan menyebutkan banyak program kemiskinan yang ditangani Ganjar selama mengemban tugas sebagai Gubernur Jawa Tengah periode 2013—2019. 

Hal ini pun selaras dengan data BPS yang mencatat jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah berhasil menurun.

Pada bulan Maret 2023 tercatat 3,79 juta jiwa penduduk miskin. Secara persentase, jumlah ini mengalami penurunan menjadi 10,77 persen atau turun 0,21 persen jika dibandingkan dengan pada bulan September 2022 yang mencapai 10,98 persen atau 3,86 juta orang.

Ia optimistis isu kemiskinan di Jateng tidak dapat digunakan sebagai peluru untuk menyerang Ganjar pada Pilpres 2024.

Menurut dia, program kerja Ganjar dalam mengatasi kemiskinan yang paling berkesan adalah penciptaan kerja produktif.

Selain itu, program perlindungan sosial (perlinsos) anggarannya harus terus dijaga. Kendati demikian, efektivitas Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) harus ditingkatkan.

"Setelah sukses mengemban mandat di Jawa Tengah, kini Ganjar Pranowo diberi tanggung jawab lebih besar di tingkat nasional," kata dia.

Politikus PDI Perjuangan itu menilai Ganjar Pranowo merupakan sosok bakal capres yang sikap dan perilakunya dapat diduga (predictable).

"Orang yang sikap dan perilakunya terduga cenderung punya kredibilitas baik. Orang yang tidak terduga sulit membangun reputasi karena cenderung tidak konsisten," jelas Hendrawan.

Adapun Isu kemiskinan di Jawa Tengah sempat jadi polemik belum lama ini, yakni BPS menempatkan Jawa Tengah sebagai provinsi termiskin kedua di Jawa setelah Yogyakarta lantaran tingginya jumlah warga miskin di provinsi itu. 

Ketua DPP Partai Perindo Yusuf Lakaseng menilai makin isu kemiskinan di Jawa Tengah "digoreng" maka makin menguntungkan bacapres Ganjar Pranowo, terutama dalam hal meningkatkan angka elektoral menjelang Pilpres 2024. 

Isu tersebut, kata dia, menjadi ruang bagi Ganjar untuk memperlihatkan prestasinya selama menjadi Gubernur Jateng dalam menurunkan angka kemiskinan di provinsi tersebut.

"Justru isu kemiskinan di Jateng makin 'digoreng' maka akan menguntungkan Ganjar karena menjadi ruang untuk memperlihatkan prestasi Ganjar yang menurunkan angka kemiskinan yang signifikan di Jateng," kata Yusuf.

 

Sejak ditinggal Gubernur Jateng 2008—2013 Bibit Waluyo, menurut Yusuf, angka kemiskinan di Jateng memang tinggi. Namun, Yusuf menilai justru pada masa kepemimpinan Ganjar periode 2013—2023 berhasil menghilangkan satu juta angka kemiskinan.

"Maka, Jateng berkontribusi besar pada pengurangan angka kemiskinan nasional," ujarnya.

Dijelaskan soal banyak hal yang dilakukan Ganjar untuk kurangi angka kemiskinan di Jateng, mulai pemberian kredit tanpa agunan bagi UMKM, yang kemudian jadi contoh nasional. Selain itu, menggalakkan desa wisata, pemberdayaan ekonomi perempuan, sampai SMK gratis buat warga miskin.

Menurut dia, langkah Ganjar yang menggandeng para perangkat desa untuk mengatasi kemiskinan di 13 kabupaten/kota di Jateng merupakan langkah tepat. Hal ini mengingat otonomi berbasis kabupaten, dan fungsi gubernur hanya koordinasi sebagai wakil pemerintah pusat di provinsi. 

"Beda dengan DKI Jakarta, gubernur punya otoritas penuh karena wali kota di Jakarta diangkat atau ditunjuk langsung oleh sang gubernur," ujarnya.