Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin merespons wacana untuk memajukan jadwal Pilkada serentak dari 27 November 2024 ke bulan September 2024. Menurutnya, wacana ini harus dikaji lebih mendalam lagi.

Sebab, kata Yanuar, perubahan jadwal berpotensi menimbulkan kegaduhan baru, sekaligus mendorong munculnya ketidakpercayaan publik kepada penyelenggara pemilu dan pembuat undang-undang, dalam hal ini DPR dan pemerintah).

Yanuar menilai, perubahan jadwal pilkada ini akan terkesan dipaksakan karena muncul di tengah berjalannya tahapan pemilu. Sebaiknya, kata dia, energi politik difokuskan untuk mensukseskan tahapan yang sedang berjalan agar pelaksanaan pemilu pada Februari 2024 tidak mengalami goncangan.

"Kita masih ingat, di tengah persiapan untuk Pemilu 2024 banyak sekali terpaan angin kencang yang membuat turbulensi politik naik. Dari mulai wacana penundaan pemilu, perpanjangan masa bakti presiden menjadi 3 periode, pengambilalihan kewenangan penataan dapil dari pembuat undang-undang ke penyelenggara pemilu, debat sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup hingga mempersoalkan umur calon presiden,"

"Kini disodorkan debat baru tentang perubahan jadwal pilkada serentak. Tidak tertutup kemungkinan masih ada lagi isu lainnya yang masih disimpan untuk dikeluarkan pada waktu berikutnya," sambung Yanuar dalam keterangannya, Jumat, 25 Agustus.

Ketua DPP PKB itu mengatakan, jika perubahan jadwal ini dilakukan beberapa bulan lalu, yakni saat membahas jadwal pemilu legislatif dan pemilu presiden 2024, suasananya pastilah lebih kondusif. Secara psikologis, menurutnya, tidak akan menimbulkan prasangka karena jadwal pilkada serentak ditetapkan bersama dengan jadwal pemilu.

"Namun sekarang kondisi sudah jauh berbeda. Proses politik pemilu makin mendekati titik puncak. Tentu wajar bila muncul pertanyaan. Kenapa wacana ini baru disodorkan sekarang, dan bukannya jauh-jauh hari saat jadwal pemilu 2024 belum diputuskan?," katanya.

"Satu hal sangat jelas, bila pilkada serentak dilakukan di bulan November 2024 berarti berada dalam pengelolaan pemerintahan yang baru saja terbentuk. Pelantikan presiden/wakil presiden dan anggota DPR/DPD berlangsung di bulan Oktober 2024. Sehingga ada juga yang mengkhawatirkan bahwa pemerintahan baru akan terseok-seok mempersiapkan pilkada serentak," sambung Yanuar.

Menurut Yanuar, pilkada serentak di November 2024 akan lebih netral dari kemungkinan intervensi pemerintah. Sebab pemerintahan baru belum terkonsolidasi secara sempurna. Namun bila pilkada serentak dilaksanakan pada September 2024, tambahnya, itu berarti masih dalam rentang kendali pemerintahan saat ini.

"Secara politik tentu saja pemerintahan saat ini sedang dalam puncak konsolidasi yang kokoh. Tidak mungkin bebas kepentingan dalam pilkada serentak yang akan berlangsung itu.

Dari sudut pandang itu, pilkada serentak di bulan November 2024 lebih menguntungkan bagi konsolidasi demokrasi, netralitas pemerintah, kebebasan partai politik mengusung calon kepala daerah dan kenyamanan terbaik untuk kemandirian penyelenggara pemilu mempersiapkan penyelenggaraan eventnya," paparnya.

Soal alasan majunya jadwal pilkada agar pelantikan bisa diadakan serentak, Yanuar menyarankan agar pelantikan kepala daerah terpilih selambat-lambatnya dilakukan 3 (tiga) bulan setelah hari pencoblosan, yakni sekitar Februari 2025.

"Bila ada jadwal pelantikan yang seharusnya dilakukan tahun 2026, maka tetap dimajukan pada tahun 2025 pelantikannya. Dan kepada kepala daerah yang terkena kebijakan ini diberikan kompensasi yang wajar dan masuk akal. Jadi kepala daerah yang baru terpilih bisa langsung berkerja, tidak harus menunggu berakhirnya masa jabatan kepala daerah sebelumnya," jelasnya.

Bila terpaksa tetap harus diubah karena alasan keamanan dan ketertiban terkait kemampuan aparat keamanan memobilisasi pasukannya, tambah Yanuar, maka pilkada November 2024 bisa saja dijadikan dua kali pilkada.

"Ada gelombang pertama sebagai tahap awal, kemudian disusul gelombang pilkada tahap kedua yang dilaksanakan pada 27 November 2024. Gelombang pertama bisa saja digelar satu atau dua minggu sebelum 27 November 2024, jangka waktu yang sangat cukup bagi aparat kepolisian dan TNI memobilisasi pasukannya yang terbatas jumlahnya itu," pungkasnya.