Bagikan:

YOGYAKARTA - Beberapa waktu belakangan ramai kasus sengketa lahan di Bandung, Jawa Barat, hingga berujung pada kerusuhan. Konflik dimulai dari keluarga Muller yang mengklaim kepemilikan tanah di Dago Elos. Untuk menguatkan klaimnya, keluarga Muller menunjukkan surat Eigendom Verponding sebagai bukti kepemilikan lahan. Lantas apa itu eigendom verponding?

Masyarakat Dago Elos Bandung tidak terima dengan klaim kepemilikan tanah yang diajukan oleh keluarga Muller. Sejumlah orang melakukan unjuk rasa bersama beberapa alinasi hingga menimbulkan kericuhan dan bentrokan dengan aparan kepolisian pada Senin (14/8). Mereka  meyampaikan soal dugaan pemalsuan Ahli Waris dari Warga Dago Elos yang sedang bersengketa dengan keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha. 

Konflik perebutan lahan di Dago Elos sebenarnya sudah berkobar sejak November 2016. Warga telah mukim lama di kawasan dekat apartemen mewah The Maj Dago, Coblong, Kota Bandung terancam mengalami penggusuran karena kasus kepemilikan lahan. Keluarga Muller mengajukan surat Eigendom Verponding untuk mengklaim sebagai ahli waris di lahan seluas 6,3 hektar. 

Apa Itu Eigendom Verpoding?

Istilah eigendom berasal dari kata dalam bahasa Belanda yang mengacu pada kepemilikan atau properti. Dalam konteks hukum, istilah ini sering kali merujuk pada hak milik atas suatu objek atau properti yang dimiliki oleh individu atau badan hukum tertentu.

Eigendom verponding adalah suatu produk hukum bukti kepemilikan tanah yang pertama kali diberlakukan pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka, kerangka hukum agraria warisan Belanda ini tetap dipertahankan sebagai pengakuan sah terhadap kepemilikan tahah yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

Menurut definisi dalam Kamus Hukum terbitan Indonesia Legal Center, mengutip Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM, "eigendom" merujuk pada hak milik mutlak. Sedangkan "verponding" diartikan sebagai kepemilikan harta tetap.

Meskipun pada saat ini hukum eigendom verponding kurang relevan, namun kepemilikan tanahnya masih dapat diajukan dengan syarat memiliki Surat Hak Milik (SHM), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), atau hak pakai.

Ketentuan Eigendom Verponding di Indonesia

Dikarenakan dibentuk pada masa pemerintahan Hindia Belanda, pada tahun 1960, pemerintah memberi kesempatan bagi pemilik eigendom verponding selama 20 tahun untuk mengubah status kepemilikan tanah tersebut menjadi sesuai hukum Indonesia. Jika langkah ini tidak diambil, secara otomatis tanah-tanah tersebut akan menjadi milik negara.

Pengaturan mengenai "eigendom" sendiri termuat dalam Pasal 570 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), namun kemudian dicabut oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

Pada tahun 1960, UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) diberlakukan. Undang-undang ini menjadi dasar hukum utama terkait pertanahan. Bagian Kedua Pasal I ayat (1) UUPA membahas konversi hak atas tanah "eigendom" menjadi hak milik. Namun, UUPA tidak memberikan definisi khusus mengenai konversi hak atas tanah tersebut.

Demikianlah ulasan mengenai apa itu eigendom verponding. Berdasarkan Pasal 32 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1998 Tentang Pendaftaran Tanah, pemilik hak tanah eigendom bisa melakukan konversi sesuai aturan yang berlaku.