JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa tempat ibadah dan fasilitas pemerintah tidak boleh digunakan sebagai tempat kampanye. Hal ini disampaikan MK dalam sidang pembacaan putusan perkara yang diajukan anggota DPRD DKI Jakarta, Yenny Ong.
"Mengabulkan permohonan untuk sebagian," ujar Ketua MK Anwar Usman saat memimpin sidang dalam suaranya, Selasa 15 Agustus.
Sembilan hakim MK secara bulat memutuskan merevisi penjelasan Pasal 280 ayat 1 huruf h UU Pemilu. Diketahui, Pasal 280 ayat 1 huruf h UU Pemilu yang berbunyi:
“Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.”
Sementara bunyi penjelasannya adalah fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
MK kemungkinan merevisi penjelasan Pasal 280 ayat 1 huruf h UU Pemilu tersebut menjadi, “Pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.”
Dalam pertimbangannya, MK menilai penggunaan tempat ibadah sebagai tempat kampanye berpotensi memicu emosi dan kontroversi serta merusak nilai-nilai agama. Apalagi, kondisi masyarakat kekinian yang mudah terprovokasi dan cepat bereaksi pada isu-isu yang berkaitan dengan politik identitas.
BACA JUGA:
Meskipun demikian, MK menegaskan bahwa pembatasan penggunaan tempat ibadah untuk berkampanye tidaklah berarti adanya pemisahan antara agama dengan institusi negara.
“Namun lebih kepada proses perbedaan fungsi antara institusi keagamaan dengan ranah di luar agama dalam masyarakat, terutama untuk masalah yang memiliki politik praktis yang sangat tinggi," pungkas Hakim MK, Saldi Isra.