Bagikan:

JAKARTA - Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta menegaskan sekolah tidak diperbolehkan membuat toilet gender netral yakni bisa untuk siswa berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. 

"Itu tidak boleh, sesuai dengan aturan standar sarana dan prasarana (sarpras) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Purwosusilo  dilansir ANTARA, Rabu, 9 Agustus.

Kebijakan tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendiknas) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).

Dalam Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 itu, minimum terdapat satu unit jamban untuk setiap 40 peserta didik pria, satu unit jamban untuk setiap 30 peserta didik wanita dan satu unit jamban untuk guru di jenjang SMP/SMA/MTs/MA. Jumlah minimum jamban di setiap sekolah/madrasah jenjang SMP/SMA/MTs/MA adalah tiga unit.

Sebelumnya, artis Daniel Mananta dalam program siniar menyebut adanya toilet gender netral di salah satu sekolah internasional di Jakarta.

Mendengar kabar tersebut, Dinas Pendidikan DKI langsung memeriksa kebenarannya.

"Semua sudah kasih data. Jadi satuan pendidikan kerja sama, kan SMP itu ada 59, SMA-nya ada 43. Semuanya 'clear', hanya ada dua jenis toilet atau jamban, yaitu untuk laki-laki dan perempuan," ujar Purwosusilo.

Sekolah internasional di Jakarta, kata Purwosusilo tergabung dalam satuan pendidikan kerja sama (SPK). Sejauh ini, masing-masing sekolah bagian dari SPK telah melaporkan sarana dan prasarana yang ada di gedung mereka.

Purwosusilo menegaskan pemeriksaan ini belum mencakup seluruh sekolah swasta internasional yang ada di DKI.

Disdik DKI berencana melakukan rapat virtual melalui aplikasi Zoom Meeting untuk menanyakan hal tersebut kepada setiap sekolah. 

"Standarnya, jadi kalau sarana di sekolah itu kita ada Permendikbudnya, ada namanya standar sarpras, ada standar kompetensi lulusan, ada standar isi," katanya menegaskan. 

Menurut Purwosusilo, sudah seharusnya sekolah menjadi tempat edukasi yang baik bagi para peserta didik sehingga, ia meminta para pengelola sekolah mematuhi aturan yang ada.