MUI Dorong Undang-Undang Anti-Islamofobia
Ilustrasi protes pembakaran Al-Qur'an. (Wikimedia Commons/Tasnim News Agency/Meghdad Madadi)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Sudarnoto Abdul Hakim mendorong adanya undang undang(UU) anti-Islamofobia di seluruh negara, khususnya di Asia Tenggara, sebagai upaya adanya toleransi yang kuat.

"Hubungan antar agama bagus, masyarakat tidak kacau, rukun dan perdamaian bisa dibangun," kata dia dalam diskusi internasional “Memerangi Islamofobia dan Membangun Perdamaian di ASEAN” yang berlangsung hybrid, dilansir ANTARA, Senin, 7 Agustus.

Sudarnoto mengatakan MUI terpanggil oleh ayat-ayat Al Quran terkait kemanusiaan, kebebasan beragama, dan menghormati perbedaan dalam memerangi Islamofobia. Hal itu mengingat kasus Islamofobia yang dinilai masih banyak terjadi di beberapa negara.

"MUI melihat pada keyakinan Islam itu menganjurkan perdamaian, tidak boleh menghina agama lain, harus ada penghargaan terhadap agama lain," kata dia.

Menurut dia, Islamofobia merupakan persoalan yang kompleks karena penyebabnya bukan hanya kebencian terhadap Islam, tetapi kaitannya yang erat dalam hal politik dan kebebasan berekspresi.

Dijelaskan Sudarnoto, korban dari Islamofobia bukan hanya menyangkut orang Islam. Lebih dari itu, kata dia, Islamofobia juga merusak nilai-nilai dan hak-hak kemanusiaan, demokrasi, serta kedaulatan negara dan agama.

Karena itu, Sudarnoto mengatakan MUI, sebagai payung organisasi Islam yang mewakili negara Muslim terbesar di dunia, mendorong adanya undang-undang anti-Islamofobia tersebut.

Dia menuturkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah mendeklarasikan 15 Maret sebagai hari anti-Islamofobia. Dia berpesan agar deklarasi tersebut digerakkan secara internasional, agar deklarasi itu tidak hanya sebatas dokumen.

“Karena deklarasi dari PBB ini, semua negara tanpa terkecuali sepanjang menjadi anggota PBB harus komitmen menjaga ini, supaya tidak ada anti-Islam, agama, dan perbedaan," ucapnya.

Diskusi itu berangkat dari maraknya kasus Islamofobia yang beredar di media sosial. Salah satunya, adalah pembakaran Al Quran yang merupakan kitab suci umat Islam.

Menanggapi maraknya Islamofobia di beberapa negara, Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Buya Amirsyah meminta agar umat Islam dapat bersatu untuk menyusun strategi-strategi dan solusi yang tepat.

“Salah satu strategi yang dapat kita lakukan adalah mengajak ilmuwan di seluruh dunia untuk berpikir rasional dan menolak berbagai kekhawatiran, ketakutan, agar kita bisa hidup bersama dengan aman dan damai,” ucapnya.

Menurut dia, Islamofobia merupakan bentuk kebencian atau ketakutan yang tidak logis terhadap Islam yang dapat menimbulkan kegaduhan di ranah publik, hingga masuk ke dalam kategori penistaan atau penodaan agama.

“Dalam pemikiran Islam, fobia dapat diartikan sebagai 'ketakutan' yang tidak wajar terhadap umat Islam. Jadi Islamofobia hanya bisa menjadi ketakutan yang berlebihan terhadap Islam,” ujar Sekjen MUI.