JAKARTA - Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin setuju jika Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer direvisi.
Hal itu disampaikan Wapres usai menghadiri Pengukuhan Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) Kalimantan Timur (Kaltim) di Kompleks Kantor Gubernur Katim, Samarinda, Jumat 4 Agustus.
"Saya kira tentang revisi undang-undang itu, revisi memang menjadi biasa lah. Saya kira Undang-Undang 31 itu akan mengalami hal yang sama, ada hal-hal yang perlu disempurnakan (agar) lebih sesuai dengan tuntutan keadaan," kata Wapres.
Oleh karena itu, Wapres mengatakan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD bahwa pemerintah akan mempertimbangkan revisi UU Peradilan Militer dengan memasukkannya ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka panjang merupakan hal tepat.
Menurutnya, proses revisi tersebut perlu berlanjut karena ketentuan-ketentuan dalam UU memang harus mengakomodasi aspirasi masyarakat dan tuntutan zaman.
“Saya kira silakan terus berjalan (revisi UU Nomor 31) dan sesuai dengan aspirasi yang muncul. Dan, tentu undang-undang itu kan lebih baik merespons tuntutan yang terjadi,” tuturnya disitat Antara.
Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi ditetapkan tersangka oleh Penyidik Pusat Polisi Militer (Puspom) atas kasus dugaan suap di lingkungan Basarnas Tahun Aggaran 2021-2023, Senin 31 Juli.
Status tersangka dalam kasus yang sama lebih dahulu disematkan kepada Henri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih KPK Jakarta pada Rabu 26 Juli.
Sejumlah pihak mendesak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer karena ketentuan UU ini dianggap membuat seorang anggota TNI aktif yang melakukan tindak pidana umum dapat lolos dari jerat hukum karena akan diadili di peradilan militer.