Kompolnas Soal Aipda M: Buah Busuk Harus Dibuang
Ilustrasi. (Freepik)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai Aipda M tak perlu diampuni atas keterlibatannya di kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) jaringan Kamboja. Bahkan, Polri direkomendasikan untuk segera memecatnya.

"Kami sangat prihatin masih ada oknum anggota Polri yang terlibat menghalangi proses hukum kepada para penjahat TPPO. Tidak ada ampun bagi orang seperti itu di kepolisian," ujar Komisioner Kompolnas Poengky Indarti dalam keteranganya, Sabtu, 22 Juli.

Sanksi pemecatan dianggap pantas bagi Aipda M. Sebab, ia telah menghalang-halangi proses penyidikan sindikat TPPO yang menjual organ ginjal.

"Kami dorong yang bersangkutan dikenakan sanksi pemecatan. Yang bersangkutan harus diproses pidana dengan hukuman maksimum ditambah sepertiga karena yang bersangkutan sebagai aparat kepolisian seharusnya menegakkan hukum, bukan malah menghalangi proses hukum," ungkapnya.

Bahkan, Poengky menilai Aipda M sudah sepatutnya untuk disingkirkan dari Polri. Tindaknya sudah mencoreng citra Korps Bhayangkara sebagai aparat penegak hukum.

"Buah yang busuk dalam keranjang harus dibuang. Jika tetap dipertahankan maka akan menularkan kebusukan pada yang lain," kata Poengky.

Aipda M merupakan satu dari 12 tersangka kasus TPPO jaringan Kamboja yang menjual organ manusia. Aipda M disebut menerima uang ratusan juta dari sindikat tersebut.

"Yang bersangkutan menerima uang sejumlah Rp612 juta," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi.

Penerimaan uang itu dilakukan Aipda M dengan cara membohongi para tersangka. Dia mengaku bisa mengondisikan agar penanganan kasusnya tak diproses.

Selain itu, dari serangkaian proses pemeriksaan, Aipda M juga terlibat dalam perintangan penyidikan. Sebab, ia memerintahkan para pelaku untuk berpindah tempat agar tak ditangkap.

"Aipda M, ini anggota yang berusaha mencegah, merintangi, baik langsung maupun secara tidak langsung proses penyidikan yang dilakukan oleh tim gabungan, yaitu dengan cara menyuruh membuang HP, berpindah-pindah tempat, pada intinya adalah menghindari pengejaran dari pihak kepolisian," kata Hengki.