Bagikan:

JAKARTA - Parlemen menyoroti kebijakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB) tentang kenaikan pangkat 6 kali dalam setahun bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Pemerintah jangan lupa untuk memikirkan nasib pegawai honorer.

"Untuk mereka yang mendapatkan kenaikan pangkat kan sudah jelas sebagai apresiasi atas kinerjanya. Tapi jangan lupa Pemerintah masih punya PR dalam memaksimalkan status tenaga honorer yang diangkat menjadi PPPK atau ASN, kata Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera, Senin 17 Juli.

Kebijakan soal kenaikan pangkat ASN 6 kali dalam setahun akan tertuang dalam Peraturan Menteri PAN RB Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional. Selain itu aturan tersebut juga akan dimasukkan ke dalam revisi Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Mardani mengingatkan, masih banyak ketidakjelasan nasib pegawai honorer yang dijanjikan akan diangkat menjadi Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau ASN. Ia menilai, seharusnya KemenPAN-RB lebih baik fokus terhadap masalah ini ketimbang memprioritaskan kenaikan pangkat 6 kali bagi ASN, yang sebelumnya hanya 2 kali dalam setahun.

"Banyak pegawai honorer yang menunggu realisasi dari janji kenaikan status mereka. Ini seharusnya yang lebih diprioritaskan, karena kalau ASN kan memang sudah memiliki kejelasan dalam status," tutur Mardani.

Mardani menyebut, proses seleksi pegawai honorer menjadi PPPK dan ASN merupakan poin penting untuk peningkatan kesejahteraan dan pengakuan bagi tenaga honorer di Indonesia.

"Kami memahami niat baik Pemerintah untuk para ASN. Tapi jangan sampai kemudian menyepelekan soal kebutuhan tenaga honorer karena bisa saja pegawai yang sekarang berstatus honorer justru memiliki kapabilitas dan komitmen yang lebih tinggi dari beberapa yang telah menjadi pegawai tetap," paparnya.

Mardani menyoroti adanya ribuan peserta seleksi ASN PPPK tenaga teknis tahun 2022, yang gugur massal sehingga menyisakan formasi kosong yang besar. Di sisi lain, ada kebutuhan besar di berbagai kementerian/lembaga.

Berdasarkan data Persatuan Tenaga Teknis Indonesia (PTTI), sekitar 3.000 orang yang mencoba ikut seleksi ASN PPPK dinyatakan gugur masal. Sedangkan ada 6.000 orang lagi yang masih terkendala dalam pengurus data. Para tenaga teknis ini antara lain arsiparis, pranata hubungan masyarakat, pranata komputer, analis kebijakan, dan analis perencanaan.

"Sungguh memprihatinkan jika melihat ribuan orang tenaga teknis tidak lolos seleksi. Ini yang harus dicari jalan keluarnya oleh Pemerintah, agar tidak ada kekosongan di setiap kementerian atau lembaga," ucap Mardani.

Para tenaga teknis yang gagal dalam seleksi terkendala dalam aturan Passing Grade (PG). Bahkan hanya 13 persen tenaga teknis yang lolos dari aturan tersebut. Oleh karena itu, Mardani mendorong adanya perubahan aturan dari PG menjadi masa kerja sebagai syarat lolos seleksi.

"Ini harus mendapat perhatian khusus dari Menpan RB, untuk segera mengambil dan menerbitkan kebijakan yang mengakomodir dan meluluskan tenaga teknis tersebut menjadi PPPK," sebut Legislator dari Dapil DKI Jakarta I .

"Persoalan PG ini menjadi kendala bagi tenaga teknis, alangkah eloknya jika mengambil langkah humanis dengan mempertimbangkan masa pengabdian kerja menjadi aturan lolos seleksi. Karena secara skill selama ini mereka toh mumpuni,” lanjutnya.

Komisi II DPR yang membidangi urusan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mencatat, jumlah honorer di bidang tenaga teknis sangat banyak di Indonesia. Bahkan terdapat di seluruh lembaga dan kementerian hingga di tingkat pemerintah daerah.

"Jika dikatakan jumlah honorer tenaga teknis tidak banyak, salah sekali. Karena hampir di setiap kementerian, lembaga bahkan di SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) juga ada. Jadi tidak boleh dianggap enteng para tenaga teknis ini," ungkap Mardani.

Ditambahkannya, Komisi II DPR akan mengawal serius komitmen Pemerintah mengenai pengangkatan pegawai honorer menjadi PPPK atau ASN. Mardani juga mengingatkan, kebijakan kenaikan pangkat 6 kali dalam setahun bagi ASN di saat banyak pegawai honorer yang nasibnya belum jelas akan membuat persepsi negatif di masyarakat apalagi belakangan banyak muncul masalah yang melibatkan ASN.

"Jangan sampai tercipta persepsi bahwa mudah sekali orang naik jabatan. Jadi kenaikan jabatan adalah bentuk apresiasi yang harus disertai dengan kualitas dan profesionalitas," tegasnya.

Oleh sebab itu, Mardani meminta KemenPAN-RB untuk memperkuat pengawasan dan meningkatkan kualitas sistem evaluasi kinerja pegawai ASN seiring dengan berlakunya kenaikan pangkat sebanyak 6 kali per tahun mulai tahun 2023

ini.

"DPR RI akan mengawal pemberlakuan kebijakan ini dan akan meminta Pemerintah mengevaluasi kembali pemberlakuan kebijakan kenaikan pangkat ini jika tidak secara signifikan meningkatkan kinerja pelayanan kepada masyarakat," jelas Mardani.

Instrumen penilaian disebut akan penting untuk mengukur secara mendalam dan detail setiap kinerja dari ASN. Selain itu, kata Mardani, transparansi hasil penilaian penting dilakukan sehingga masing-masing pegawai dapat memeriksa kinerja mereka.

"Jika ada yang diberlakukan tidak adil, karena yang seharusnya mereka dapat, malah diberikan ke orang lain maka akan terjadi demotivasi. Artinya kebijakan kenaikan pangkat menjadi tidak efektif," tutupnya.