Bagikan:

MAKASSAR - Pj Wali Kota Makassar Rudy Djamaluddin enggan bertemu tim transisi yang dibentuk wali kota Makassar terpilih M Ramdhan Pomanto atau Danny Pomanto.

Prof Rudy sapaannya mengatakan, pertemuan dengan tim transisi tidak penting. Dirinya saat ini hanya fokus bekerja  jelang masa jabatannya sebagai penjabat sementara Kota Makassar yang sebentar lagi berakhir.

"Kalau saya nggak ada urgensi karena ini sudah ditetapkan kewajiban saya apa yang menjadi batas akhir," kata Rudy Djamaluddin kepada wartawan.

Pasangan wali kota/wakil wali kota terpilih Danny Pomanto-Fatmawati Rusdi memang sudah membentuk tim transisi.

Tim transisi Danny Pomanto merumuskan langkah-langkah konkret yang sesuai dengan visi-misi dan program strategis bersama Fatmawati Rusdi. Tim transisi juga dimaksudkan untuk mengevaluasi sejumlah kebijakan Pj Wali Kota Makassar Rudy Djamaluddin. 

Tim transisi Yang melibatkan beberapa tokoh berpengalaman  di antaranya eks Pj Wali Kota Makassar Prof Yusran Yusuf. Guru Besar Tata Negara Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Aminuddin Ilmar, tokoh koalisi keumatan ustaz Iqbal Djalil, dan ahli tata ruang Naidah Naing.

Prof Rudy menanggapi tim transisi dengan menegaskan, semua agenda pemerintahan tertuang dalam rencana kegiatan dalam bentuk APBD 2021 dan itu sudah tertuang. Wali Kota terpilih punya kewenangan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam yang telah tertuang dalam APBD. 

"Jadi kita tidak dalam ranah lagi mau bikin apa yang kita mau buat, sudah ada, di dalam APBD, dan itu sudah disahkan, Jadi nggak bisa lagi berdiskusi, ada pun dia masuk ada kewenangan Wali Kota melakukan perubahan kalau sudut pandang mereka melihat kurang mendukung dari sisi apa yang dia bayangkan," papar Rudy. 

Tim Transisi Danny-Fatma Dinilai Cacat Hukum

Tim transisi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar terpilih Danny Pomanto dan Fatmawati Rusdi (Danny-Fatma) dinilai cacat hukum. 

Hal ini disampaikan pakar otonomi daerah, Prof. Dr. Djohermansyah Djohan. Menurutnya jika ada inisiatif atau prakarsa dari kepala daerah terpilih untuk melakukan transisi tentu tidak punya memiliki legalitas. Apalagi Indonesia tidak mengenal model transisi pemerintahan, tidak ada pengaturan dalam undang-undang Pemda. 

"Tidak ada dasar hukumnya. Artinya pimpinan OPD jika dipanggil kepala daerah terpilih tidak ada kewajiban memenuhi panggilan," ujarnya. 

"Beda dengan sistem pemerintahan Amerika. Sedangkan di Indonesia mulai dari Presiden, Gubernur maupun bupati atau walikota tidak di atur soal transisi, atau peralihan dari  pemerintahan yang lama ke pemerintahan yang baru. Kita tidak mengenal konsep itu dan tidak dinormakan dalam undang-undang," tegas Djohermansyah.

Secara yuridis, menurutnya kepala daerah baru mulai bekerja terhitung setelah dilantik yang notabene dinyatakan sah sebagai kepala daerah. 

"Itu model Indonesia. Dia baru bisa melakukan briefing kepada kepala dinas, memanggil birokrat di lingkungan Pemda, memberikan arahan-arahan untuk mewujudkan program yang dijanjikan waktu kampanye, setelah dia dilantik sebagai kepala daerah," jelasnya. 

Dia menyesalkan sikap Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar terpilih karena disebut-sebut memanggil birokrat apalagi tanpa izin pejabat yang berwenang sekarang. 

"Lagipula semisal mau lakukan pergantian pejabat, maka itu tidak secara otomatis. Menunggu 6 bulan dulu baru bisa dilakukan mutasi sesuai sistem merit. Kecuali kalau ada jabatan yang kosong karena ada yang meninggal atau pensiun. Itu pun juga harus seizin mendagri," jelasnya.