BOGOR - Wali Kota Bogor, Bima Arya mengungkap fakta baru dari hasil penelusuran Tim Khusus Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, terkait persoalan penggunaan data kependudukan palsu yang digunakan pendaftar Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui jalur zonasi di sekolah setingkat SMPN di Kota Bogor.
Menurut Bima Arya, mayoritas pendaftar PPDB SMPN di Kota Bogor yang bermasalah, mereka mendaftarkan dirinya masuk ke sekolah favorit yang ada di Kota Bogor.
"Ini kebanyakan memang sekolah unggulan ya. Sebagai contoh, SMPN 1 Bogor yang bermasalah 32 persen, SMPN 2 9 persen, SMPN 3 1 persen, SMPN 4 15 persen, SMPN 5 14 persen," kata Bima Arya kepada wartawan, Minggu 9 Juli 2023.
"Jadi semakin SMP itu dipersepsikan favorit, maka angka dugaan angka pelanggarannya semakin tinggi," sambung dia.
Dijelaskan Bima Arya, bahwa jumlah pendaftar masuk ke SMPN 1 Bogor melalui jalur zonasi sebanyak 490 orang. Sementara, kuota zonasinya hanya sebanyak 141 siswa.
"(Dan) yang terindikasi bermasalah sekitar 157 pendaftar. Itu kan angka yang sangat tinggi. Ada 32 persennya bermasalah," ucap Bima Arya.
Atas hal itu, Bima Arya meminta Inspektorat Kota Bogor untuk menelusuri apabila ada malapraktik dalam pendaftaran PPDB SMPN di Kota Bogor.
"Di sini ada Bu Ane dari Inspektorat, yang saya tugaskan juga untuk menelusuri apabila ada malpraktik, apabila ada pelanggaran, yang dilakukan oleh ASN baik itu di dinas maupun wilayah," ungkap dia.
"Ini akan terus bekerja, walaupun sudah diumumkan, tapi Inspektorat akan terus menelusuri, akan terus melakukan pemeriksaan secars khusus. Apabila kemudian ada yang tidak bertanggungjawab, tentu akan dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku," ujar Bima Arya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, persoalan penggunaan data kependudukan palsu yang digunakan pendaftar Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui jalur zonasi di sekolah setingkat SMPN di Kota Bogor memasuki babak baru.
Teranyar, Wali Kota Bogor Bima Arya mengaku menerima laporan dari Tim Khusus, ada sebanyak 913 pendaftar PPDB SMPN di Kota Bogor yang terindikasi bermasalah, atau mendaftar masuk sekolah menggunakan data kependudukan palsu.