Bagikan:

SULTRA - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengungkapkan satu narapidana Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIA Kendari diduga manipulasi tanda tangan izin keluar.

Kepala Divisi Pemasyarakatan Kemenkumham Sulawesi Tenggara (Sultra), Muslim, mengatakan yang bersangkutan narapidana narkoba berinisial LB diduga memanipulasi tanda tangan Kepala Rutan Kendari dalam surat permohonan izin untuk menjenguk saudaranya yang sedang sakit.

"Karena ada tanda tangan Kepala Rutan di surat permohonan itu, padahal Kepala Rutan setelah kita lakukan klarifikasi ternyata dia tidak tanda tangan," katanya melalui telepon di Kendari, Sultra, Rabu 5 Juli, disitat Antara.

Muslim menjelaskan, pihaknya juga telah meminta keterangan Kepala Pengamanan Rutan (KPR) terkait keluarnya narapidana tersebut, namun mengaku tidak menandatangani surat permohonan izin keluar yang diajukan napi LB.

"Komandan jaga juga keluarkan itu (memberi izin keluar) karena dia lihat sudah ada persetujuan dari Kepala Rutan, padahal tidak ditandatangani oleh Kepala Rutan. Dia (napi LB) mungkin tanda tangan sendiri," tutur Muslim.

Ia menerangkan awalnya pada Minggu 2 Juli, napi LB meminta kepada pegawai yang bertugas untuk difasilitasi menjenguk saudaranya yang dikabarkan sedang sakit di wilayah Kecamatan Baruga, Kota Kendari. Saat itu, pegawai yang berjaga kemudian membuatkan surat permohonan.

"Komandan jaga juga kasih keluar karena memang ada pernyataan dibuat seolah-olah ditandatangani oleh Kepala Rutan. Jadi, keluarlah napi ini," ujarnya.

Selanjutnya, sekitar pukul 17.00 Wita napi tersebut ternyata dipanggil oleh kerabatnya untuk pergi mengkonsumsi minuman diduga beralkohol. Karena mabuk, napi tersebut merasa takut untuk bertemu petugas Rutan yang hendak menjemputnya saat itu.

Napi narkoba ini kemudian diduga hendak melarikan diri. Namun berhasil ditangkap pada Senin (3/7), saat menyeberang dari Desa Wawatu menuju Laonti, Kabupaten Konawe Selatan dengan menggunakan perahu nelayan yang akan melaut menangkap ikan.

Saat ini, kata Muslim, napi yang sudah menjalani masa pidana dua tahun lebih dari vonis delapan tahun kurungan penjara ini sudah berada di Rutan IIA Kendari. Akibat perbuatannya, menurut dia, napi tersebut tidak akan mendapatkan hak remisi selama satu tahun.

Lebih lanjut Muslim mengatakan dalam kasus tersebut seorang staf atau pegawai yang diduga terlibat juga dibina di Kantor Wilayah Kemenkumham Sultra.

"Sudah kita lakukan pemeriksaan, malah yang bersangkutan itu istilahnya kita sekolahkan. Ditarik di kantor wilayah, itu salah satu prosedur pegawai kalau sudah kelalaian, diparkir dulu di kantor wilayah," tutur Muslim.

Muslim meminta kepada seluruh jajarannya agar melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur yang berlaku agar kejadian serupa tidak terjadi di kemudian hari.

"Jangan kita lakukan tidak sesuai dengan prosedur. Kalau napi itu memang ada kepentingannya seperti berduka, itu memang tetap ada izin keluar, tetapi juga ada prosedurnya, itu yang harus dipahami," ujar Muslim.