Bagikan:

GORONTALO - Satu unit rumah di Dusun Mangrove, Desa Katialada, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, roboh diduga karena pergeseran tanah.

"Saya menduga penyebabnya karena tanah bergeser. Mengingat saya sempat melihat rumah bergerak ke sebelah barat, lalu miring dan akhirnya roboh ke arah bagian depan rumah," kata penerima bantuan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di wilayah Kabupaten Gorontalo Utara, Ahmad Adam (39) di Gorontalo, Kamis 22 Juni.

Ia mengaku kaget dengan kondisi tersebut, juga sangat bersedih mengingat pengerjaan rumah sudah dalam tahap pemasangan atap.

Ahmad bersuara lirih mengungkap telah membangun rumah secara swadaya dibantu satu orang tetangga. Rumah sebelumnya yang ditempati, telah mengalami kerusakan parah karena lapuk termakan usia, sehingga layak diperbaiki.

"Selama 13 tahun saya dan istri mendambakan bantuan ini. Kami sekeluarga merasa gembira menerima bantuan, namun musibah yang terjadi harus dihadapi dengan lapang dada. Saya tetap bertanggungjawab merampungkan bantuan rehab rumah ini," tuturnya.

Ia mengaku beruntung peristiwa itu tidak memakan korban. "Alhamdulillah tidak ada korban jiwa. Meski melihat langsung rumah roboh, cukup menyesakkan dada mengingat anggaran yang digunakan sudah mencapai puluhan juta rupiah atas swadaya saya, ditambah bantuan yang diterima dengan harapan bisa menempati rumah impian," kata Ahmad.

Kondisi itu sudah disampaikan pula ke Wakil Ketua DPRD Roni Imran. "Beliau telah datang meninjau dan memberi dukungan moril kepada keluarga kami," kata Ahmad.

Fasilitator Kabupaten Program BSPS wilayah Kabupaten Gorontalo Utara Risnandar Husain mengatakan, telah menerima laporan peristiwa tersebut dari tenaga pendamping.

"Kami segera menyampaikan ke pihak Satker Perumahan," katanya.

Ia menjelaskan, untuk Desa Katialada ada 29 rumah bantuan melalui Program BSPS, di antaranya delapan rumah di Dusun Mangrove yang tujuh telah rampung dan satu rumah milik Ahmad Adam memang dilaporkan masih dalam tahap pengerjaan.

"Setelah kami tinjau, ternyata beliau membangun rumah permanen terbuat dari batako, berlantai cor semen. Padahal sesuai petunjuk teknis, bantuan diperuntukkan rehab rumah papan sesuai kondisi yang ada," katanya.

Rumah yang di rehab berukuran 6x6 meter menggunakan papan dan balok kelas dua untuk bagian dinding dan lantai. Bantuan sebesar Rp17,5 juta ditambah biaya tukang Rp2,5 juta. Totalnya mencapai Rp20 juta dengan lama pengerjaan mencapai empat bulan.

Untuk bagian pondasi terbuat dari tiang cor bertulang menggunakan campuran semen. Jarak antara tiang mencapai 1,5 meter. Namun tidak termasuk dalam nilai bantuan tersebut.

Pihaknya segera melaporkan kondisi tersebut ke Satker Perumahan untuk tindak lanjut. Namun Ahmad Adam selaku penerima mengaku akan bertanggungjawab terhadap kondisi itu.

"Pak Ahmad akan bertanggungjawab dan meminta kebijakan akan melanjutkan pekerjaan dengan memindahkan lokasi rumah ke darat, serta berharap bisa menggunakan sisa material yang belum sempat digunakan," kata Risnandar.

Permintaan itu, lanjutnya, akan dibicarakan dengan pimpinan Satker Perumahan. Secara teknis, kata pria dengan disiplin ilmu Teknik Sipil itu, lokasi rumah yang ada di rawa mangrove, tanahnya tergolong labil dan mudah mengalami pergerakan.

"Lokasi ini memang kurang ideal untuk bangunan bervolume berat. Kondisi itu menjadi salah satu faktor mengapa permukiman tersebut didominasi rumah papan. Agar tidak mudah roboh atau bangunan tetap stabil meski sering digenangi air laut saat pasang," katanya.