Bagikan:

JAKARTA - Beberapa negara destinasi liburan seperti Seychelles, Siprus, dan Rumania, telah mencabut persyaratan karantina bagi pengunjung yang dapat membuktikan bahwa mereka telah divaksinasi. Negara lain, seperti Islandia dan Hungaria, juga telah terbuka untuk orang-orang yang telah pulih dari COVID-19.

Hal ini meningkatkan prospek bukti vaksinasi dapat menjadi tiket emas untuk memulai kembali perjalanan dan merupakan kabar baik bagi orang-orang yang ingin liburan pada musim panas. Bukti atau dokumen vaksinasi tersebut kini dikenal dengan sebutan "paspor vaksin." 

Mengutip CNN, Senin 25 Januari 2021, negara tujuan liburan juga dapat membuka restoran, bar, bioskop, fasilitas rekreasi dan hiburan lainnya yang ditutup selama setahun terakhir. Mereka memiliki harapan setelah tertatih-tatih atau bahkan sudah menjadi korban kehancuran finansial akibat kebijakan kuncitara.

Perusahaan teknologi seperti IBM juga mencoba untuk ikut serta dalam tindakan tersebut. Mereka mengembangkan aplikasi ponsel cerdas atau dompet digital di mana individu dapat mengunggah rincian tes dan vaksinasi COVID-19. Hal ini mendapatkan dukungan dari berbagai industri perjalanan.

Sekretaris Jenderal Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Zurab Pololikashvili, menyerukan pengadopsian global paspor vaksin sebagai bagian dari langkah-langkah yang lebih luas yang menurutnya penting untuk menggerakkan dunia sekali lagi.

"Peluncuran vaksin merupakan langkah ke arah yang benar, tetapi memulai kembali pariwisata tidak bisa menunggu," katanya dalam pertemuan Komite Krisis Pariwisata Global UNWTO di Madrid. 

"Vaksin harus menjadi bagian dari pendekatan yang lebih luas dan terkoordinasi yang mencakup sertifikat dan tiket masuk untuk perjalanan lintas batas yang aman."

Tetapi konsep paspor vaksin masih dalam perdebatan. Meskipun ada argumen kuat dokumentasi vaksinasi yang diakui secara global dapat membantu menghubungkan dunia kembali, kekhawatiran tetap mengenai perlindungan apa yang sebenarnya masyarakat dapatkan, bagaimana vaksin akhirnya disalahgunakan dan apa artinya bagi mereka yang masih mengalami pukulan akibat pandemi COVID-19.

Pertanyaan juga mengenai apakah vaksin akan menjadi wajib untuk perjalanan apa pun dan bagaimana data pribadi akan dibagikan dengan aman. Seruan dari beberapa negara Eropa untuk membuat sertifikat vaksinasi yang diakui secara internasional minggu ini mendorong Uni Eropa untuk memperdebatkan tindakan tersebut, bahkan ketika gelombang COVID-19 yang mematikan terus melanda benua itu.

Perdana Menteri (PM) Yunani Kyriakos Mitsotakis memberi pesan kepada Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen awal Januari lalu. Ia menekankan bahwa kebutuhan akan dokumentasi vaksinasi universal seperti itu adalah "prioritas fundamental bagi kita semua."

"Meskipun kami tidak mewajibkan vaksinasi atau prasyarat untuk bepergian, orang yang telah divaksinasi harus bebas bepergian," kata Mitsotakis. "Ini akan memberikan insentif positif untuk memastikan warga didorong untuk menjalani vaksinasi, yang merupakan satu-satunya cara untuk memastikan kembali ke normalitas."

Selama akhir musim panas 2020, beberapa perbatasan dibuka di dalam Uni Eropa, memungkinkan para wisatawan untuk mencari sinar matahari dan negara-negara yang bergantung pada pariwisata untuk mengganti beberapa kerugian. Ada kekhawatiran, tanpa pergerakan bebas di 2021, dampak ekonomi bisa menjadi bencana.

Permohonan tersebut telah ditanggapi dengan hati-hati oleh anggota Uni Eropa. Mereka menyetujui perlunya kerja sama lintas batas dalam sertifikasi vaksin. Ttapi ada kekhawatiran bahwa paspor vaksin memungkinkan orang yang tidak divaksinasi diperlakukan sebagai warga negara kelas dua.

Kekhawatiran tentang menyeimbangkan kebutuhan untuk membuka kembali perbatasan dengan keadilan mengizinkan mereka yang divaksin untuk bepergian sementara yang lain bertahan dalam pembatasan telah diungkapkan awal bulan ini oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Permasalahan lain yang dikhawatirkan terkait paspor vaksin adalah ada suatu masalah terkait vaksin yang tidak diketahui, seperti apakah orang yang telah divaksin dapat membawa dan menularkan virus corona dan berapa lama perlindungannya bertahan.

"Dan kemudian pertanyaan politik," kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen. "Bagaimana Anda memastikan bahwa Anda menghormati hak-hak mereka yang tidak memiliki akses ke vaksin, dan alternatif apa yang Anda tawarkan kepada mereka yang memiliki alasan yang sah untuk tidak mendapatkan vaksin?" tambah von der Leyen. 

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan pekan lalu dia skeptis tentang efek pecah belah paspor vaksin.

"Ada dua masalah mendesak yang membutuhkan perhatian khusus, dan untuk itu kami meminta nasihat Anda hari ini," kata Ghebreyesus dalam pertemuan komite darurat WHO. 

"Yang pertama adalah munculnya varian baru virus SARS-CoV-2; dan yang kedua adalah potensi penggunaan vaksinasi dan sertifikat untuk perjalanan internasional. Satu tema mengikat kedua masalah bersama: solidaritas. Kita tidak bisa memprioritaskan atau menghukum kelompok atau negara tertentu," pungkasnya.