Kejati Kalsel Dalami Dugaan Korupsi Fee Sawit Rp1,7 Miliar
Warga Desa Sumber Sari saat datang ke Kejati Kalsel memasukkan laporan serta sejumlah berkas melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pada beberapa waktu lalu. (ANTARA/Firman)

Bagikan:

BANJARMASIN - Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan (Kejati Kalsel) mendalami dugaan korupsi fee sawit Rp1,7 miliar di Desa Sumber Sari, Kecamatan Sungai Loban, Kabupaten Tanah Bumbu yang dilaporkan sejumlah warga mengatasnamakan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sumber Sari.

"Laporan warga Desa Sumber Sari ditindaklanjuti dengan pendalaman oleh tim Pidana Khusus," kata Plt Kasi Penerangan Hukum Kejati Kalsel Roy Arland di Banjarmasin dilansir ANTARA, Kamis, 15 Juni.

Dugaan penyelewengan dana Pendapatan Asli Desa (PADes) yang bersumber dari bayaran (fee) pengelolaan sawit warga itu terungkap setelah delapan warga Desa Sumber Sari datang ke Kejati Kalsel memasukkan laporan serta sejumlah berkas melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). 

Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sumber Sari Suhartono menerangkan ada beberapa dugaan penyelewengan yang dilakukan oleh Kepala Desa Sumber Sari nonaktif berinisial T.

Suhartono mengungkapkan warga mempertanyakan pertanggungjawaban PADes pada 2014 hingga 2018 yang dananya bersumber dari fee pengelolaan lahan sawit yang dikelola warga melalui KUD setempat. 

Penghasilan petani sawit dan warga selalu dipotong untuk fee sawit yang sejatinya digunakan untuk pembangunan dan juga kesejahteraan warga di Desa Sumber Sari. 

"Dana yang terkumpul dari pemotongan fee sawit kepada warga ini ditaksir mencapai Rp1,7 miliar," ungkapnya.

Warga pun kemudian meminta pertanggungjawaban fee sawit namun dijawab oleh T tidak secara rinci sehingga pada 14 Juni 2022 masyarakat bersama BPD Sumber Sari melakukan musyawarah desa dan menyimpulkan menolak laporan PADes tersebut karena ada beberapa kejanggalan lantaran tidak dilengkapi bukti pembayaran serta fisik yang jelas. 

Selain itu, menurut Suhartono ada kejanggalan lain berupa pemotongan fee sawit PADes sebesar Rp118 juta untuk TPA dan juga untuk kegiatan MTQ senilai Rp23 juta juga dilakukan secara sepihak atau tidak melalui musyawarah. 

Tidak hanya diduga melakukan penyelewengan dana PADes, T pun juga diduga melakukan pungutan liar dengan memotong dana fee milik masyarakat dengan dalih penerbitan sertifikat lahan plasma dengan total diperkirakan mencapai Rp809 juta. 

"Padahal setelah kami lakukan cek ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), pembuatan sertifikat itu ternyata masuk dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dari Presiden Jokowi yang memang gratis," katanya.