Mantan Direktur Teknik Garuda Indonesia Didakwa Terima Suap 2 Juta Dolar AS dalam Kasus Pengadaan Mesin Pesawat
Dokumentasi - Mantan Direktur Teknik dan Pengelola Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Hadinoto Soedigno (Reno Esnir/Antara).

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno rampung menjalani sidang perdana dalam perkara dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat. Dia didakwa menerima suap lebih lebih dari 2 juta dolar Amerika Serikat (AS).

Dalam berkas dakwaan, Hadinoto Soedigno disebut menerima suap dari tiga perusahanan antara lain Roll-Royce Plc, Airbus S.A.S (saat di sebut Airbus), dan Avions de Transport Régional (ATR) dengan jumlah yang berbeda-beda.

"Telah melakukan atau turut serta melalukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, menerima hadiah atau janji berupa uang yang keseluruhannya sebesar 2.302.974,08 dolar AS dan uang sebesar 477.540 euro," ucap jaksa Ariawan Agustiartono membacakan dakwaan dalam persidangan di Pengadalan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin, 25 Januari.

Selain itu, dalam perkara ini terdakwa juga menerima suap dengan beberapa orang lainnya yakni, mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Captain Agus Wahjudo.

Bentuk pengadaan yakni pesawat Airbus A330 series, pesawat Aribus A320, pesawat ATR 72 Serie 600 dan Canadian Regional Jet (CRJ) 1000 NG, serta pembelian dan perawatan mesin Rolls-Royce Trent 700 series.

Untuk suap dari Roll-Royce terkait dengan program TCP atau perawatan mesin pesawat RR Trent 700 series. Terdakwa membantu terjadinya kerjasama antara PT Garuda Indonesia dengan Roll-Royce.

Suap pertama diterima terdakwa dari rekening Standart Charterd Bank Singapura sebesar 156.724,08 dolar AS, pada tanggal 7 Mei 2009.

Kemudian, terdakwa kembali menerima uang dari Rolls-Royce sebesar 100 ribu dolar AS pada 12 Oktober 2019. Terakhir, dia juga menerima uang 50 ribu dolar AS pada 9 Juni 2011.

Sementara untuk dakwaan menerima suap Airbus terkait pengadaan pesawat Airbus A330-300/ 200, karena pada tanggal 10 Februari 2012, Hadinoto menerima fee pembelian pesawat Airbus 330 Series dari Airbus melalui Connaught International sebesar EUR477.540,00.

Selanjutnya, Hadinoto juga disebut menerima uang dari Airbus terkait pengadaan pesawat Airbus A320 Family. Dia menerima uang sebesar 166.000 dolar AS pada 30 Agustus 2012.

Selain itu dalam perkara ini, Hadinoto juga menerima uang terkait pengadaan pesawat Sub-100 seater Canadian Regional Jet 1.000 Next Generation (CRJ1.000NG) dari Bombardier Aerospace Commercial Aircraft (selanjutnya disebut Bombardier) melalui Hollingworth Management International (HMI) dan Summerville Pasific Inc.

Hadinoto disebut menerima suap karena dipilihnya pesawat Bombardier CRJ1.000NG oleh Garuda Indonesia. Sehingga, dia menerima fee dari Bombardier yang diberikan melalui HMI dan Summervile Pasific Inc dimana Terdakwa menerima secara bertahap dengan total sebesar 1.530.250 dolar AS. atau setara dengan 1.763.881,03 dolar Singapura.

Terakhir, Hadinoto menerima uang diduga suap senilai 300 ribu dolar AS dari Avions de Transport Régional (ATR) terkait pengadaan 21 pesawat ATR 72 seri 600. Selain itu, dia juga menerima fasilitas dari PT. Mugi Rekso Abadi milik Soetikno Soedarjo selaku pihak penerima manfaat (beneficial owner) dari PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa, Connaught International Pte Ltd, Hollingsworld Management International Ltd Hongkong dan Summerville Pasific Inc yang mana perusahaan-perusahaan tersebut intermediary Airbus S.A.S, Roll-Royce Plc, Avions de Transport Régional (ATR) serta Bombardier Canada.

Dalam runutan itu, Hadinoto didakwa melanggar Pasal 12 huruf atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. Tak hanya itu, dia juga didakwa dengan Pasal 3 UU No.8 Tahun 2010 tentang TPPU Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.