Kemenkumham Tekankan Pentingnya Pengawasan Notaris demi Masuk Financial Action Task Force
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham, Cahyo Rahadian Muzhar. (dok. Kemenkumham)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam mengawasi profesi notaris. Indonesia diketahui sedang dalam proses menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF).

"Perintah presiden, sekarang kita ini dalam proses Indonesia menjadi anggota Financial Action Task Force,” ujar Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham, Cahyo Rahadian Muzhar, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Jakarta, Rabu 14 Juni.

FATF merupakan organisasi antarpemerintah di dunia yang memastikan negara-negara anggotanya memiliki perangkat hukum dan perangkat institusional yang mencegah tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT).

Cahyo menjelaskan, apabila evaluator dari FATF menilai Indonesia tidak memiliki kontrol terhadap profesi yang terkait dengan lembaga pengawas keuangan dan notaris maka Indonesia bisa gagal menjadi anggota FATF.

"Yang mana profesi tersebut memang dianggap rentan, berpotensi menjadi medium dari TPPO dan TPPT," kata Cahyo.

Maka dari itu, kata Cahyo, ketika terjadi gejolak pada organisasi Ikatan Notaris Indonesia, khususnya terkait dengan penyelenggaraan Kongres Ikatan Notaris Indonesia, Kementerian Hukum dan HAM turut terlibat dengan tujuan menjadi pihak penengah.

"Jadi, dengan segala hormat, tidak ada maksud dari kementerian untuk intervensi kalau memang tidak dibutuhkan," ujar Cahyo disitat Antara.

Adapun Komisi III DPR menyelenggarakan rapat dengar pendapat dengan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham untuk meminta penjelasan terkait surat nomor AHU UM 01.01-147 tanggal 3 Maret 2023 tentang penundaan pelaksanaan Kongres Ikatan Notaris Indonesia (INI).

Melalui surat tersebut, Kemenkumham meminta PP INI untuk menunda pelaksanaan kongres dan kembali mempertimbangkan tempat pelaksanaan yang dapat mengakomodasi peserta.

Dalam rapat dengar pendapat itu, Cahyo menjelaskan, Kongres INI di Makassar telah menyepakati kongres selanjutnya berlangsung di Jawa Barat. Permasalahan dimulai ketika Kemenkumham menerima surat dari PP INI yang menyatakan adanya kebijakan dari PP INI untuk memindahkan pelaksanaan kongres dari Jawa Barat ke Bali.

Pemindahan tersebut dilatarbelakangi keinginan PP INI untuk menjaga netralitas karena salah satu bakal calon ketua umum yang akan dipilih pada kongres berasal dari Jawa Barat. Keinginan tersebut pun menuai pro dan kontra.

"Ada yang mendukung, ada yang menolak, ya. Sebanyak 24 pengurus wilayah," kata Cahyo.

Berangkat dari surat tersebut, Cahyo menjelaskan bahwa Kemenkumham membantu untuk mencari wilayah netral guna menggelar kongres INI. Lantas, provinsi Banten terpilih untuk menjadi tempat pelaksanaan kongres.

Akan tetapi, Kemenkumham menilai terdapat isu akses, keterbatasan hotel, dan akomodasi. Oleh karena itu, melalui surat nomor AHU UM 01.01-147, Kemenkumham meminta INI untuk menunda pelaksanaan kongres.