Yenny Wahid Sebut Representasi Perempuan dalam Pemilu Belum Terwakili
Aktivis NU Yenny Wahid berfoto bersama para perempuan perwakilan PPI di Jakarta Pusat, Jumat (26/5/2023) (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)

Bagikan:

JAKARTA - Aktivis Nahdlatul Ulama (NU) Yenny Wahid mengatakan perempuan Indonesia masih memiliki beban ganda, dalam bidang politik misalnya saat menghadapi pemilihan umum (pemilu) di mana suara perempuan belum terwakili.

"Representasi perempuan itu belum terlalu terasa, apalagi kalau harus terjun bertarung dengan laki-laki dalam pemilu, karena perempuan masih menyandang beban ganda, di rumah dia masih mesti mengurusi anak, habis itu dia mesti turun lagi ke daerah pemilihan (dapil), belum lagi kalau nanti anaknya nangis," kata Yenny saat ditemui pada acara Sarasehan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Jakarta, Jumat 26 Mei, disitat Antara.

Menurut Yenny, perlu ada afirmasi di dalam kebijakan pemerintah untuk memastikan bahwa perempuan tetap mendapatkan kuota dan difasilitasi dalam kursi parlemen.

"Perlu ada affirmative action dengan menambahkan kuota untuk perempuan, tetapi, tidak berhenti hanya pada saat pencalegan, posisi di parlemennya sendiri juga seharusnya tetap 30 persen. Menurut saya begitu, baru akan lebih terasa keterlibatan perempuannya," tuturnya.

Yenny mengatakan, hanya perempuan yang bisa mewujudkan agenda-agenda dan kebijakan penting untuk memastikan rasa aman dan nyaman perempuan di ruang publik.

"Laki-laki nggak ngerti bahwa cuti haid itu diperlukan, bahwa ruang publik untuk ASI atau ibu yang laktasi itu diperlukan. Laki-laki kan nggak ngeh, hanya perempuan yang bisa memperjuangkan hal-hal semacam itu," ujar dia.

"Perempuanlah yang mengerti bagaimana rasanya dilecehkan di kereta api, maka perlu misalnya gerbong khusus perempuan. Ini salah satu contohnya dalam kebijakan publik," tuturnya.

Menurut dia, keterlibatan perempuan dalam politik di Indonesia masih paradoks (seolah bertentangan dengan pendapat umum tetapi benar).

"Salah satu orang terkuat di Indonesia adalah seorang perempuan, ini secara politik kita bicaranya ya, tetapi di sisi lain, keterlibatan perempuan-perempuan lainnya, belum terlalu terepresentasikan di kancah politik, ini kan paradoks," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, perlu ada kebijakan yang jelas dari DPR dan partai politik (parpol) terkait beban ganda perempuan dalam politik.

"Semua hal di Indonesia, kuncinya di partai politik. Kalau partai politik mau menyokong kebijakan A, ya, jadi A. Tugasnya partai politik untuk mengusung itu semua, kalau pemerintah tidak mengesahkan, partai politik yang harus membuat inisiatif lewat wakilnya di DPR," katanya.