JAKARTA - Komisi IV DPR meminta penjelasan Menteri Pergadangan (Mendag) Zuklifli Hasan, pasca melonjaknya harga telur dan daging ayam dalam dua minggu terakhir. Seharusnya, kenaikan harga dapat diantisipasi dengan fokus strategi dari hulu hingga ke hilir.
"Terkait dengan mahalnya harga telur dan daging ayam, Mendag harus memberi penjelasan dan segera ambil tindakan," kata anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, Selasa 23 Mei.
Berdasarkan data dari Ikatan Pedagang Pasar Indonesia, di Jabodetabek harga telur berada di kisaran Rp31 ribu hingga Rp34 ribu per kilogram. Di luar Jawa atau wilayah timur, telur mencapai harga Rp38 ribu per kilogram bahkan ada yang lebih dari Rp40 ribu per kilogramnya.
Sedangkan untuk harga daging ayam broiler, sudah mencapai Rp40 ribu di daerah Jabodetabek. Lalu di luar pulau Jawa, harga pasaran tertinggi mencapai Rp44 ribu sampai Rp48 ribu. Daniel mengatakan seharusnya ada antisipasi dari Pemerintah agar harga telur dan daging ayam tidak meroket tinggi.
“Seharusnya dilakukan sejumlah strategi antisipasi untuk menjaga stabilitas dan keseimbangan harga telur di tingkat peternak, pedagang, dan konsumen,” ucapnya.
"Para pedagang mengeluh karena margin keuntungan semakin tipis dengan harga yang tinggi itu. Ini yang juga menjadi perhatian kita di DPR. Ke depannya, Pemerintah harus menyiasati supaya supply and demand stabil agar harga tidak terus merangkak naik," lanjut Daniel.
Legislator dari Dapil Kalimantan Barat I ini memperkirakan, ada dua faktor utama penyebab harga telur dan daging ayam naik drastis dalam dua pekan terakhir. Yakni, kata Daniel, faktor produksi dan distribusi.
"Faktor produksi menjadi penyebab kenaikan harga di hulu. Para peternak kerap kesulitan mendapatkan pakan yang layak untuk hewan ternaknya," ungkapnya.
Menurut Daniel, Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan antisipasi yang mendukung peternakan ayam dan telur secara berkelanjutan.
“Ini termasuk memberikan insentif dan bantuan kepada peternak dalam hal pengadaan pakan berkualitas, teknologi yang efisien, dan manajemen yang baik. Sehingga inflasi bisa ditekan," jelas Daniel.
Harga pakan ayam saat ini berada di kisaran Rp 8.500 per kilogram hingga Rp 8.700 per kilogram. Tingginya harga pakan ayam ini merupakan cerminan dari harga telur dan daging ayam yang mengalami kenaikan.
Diketahui, pakan ternak ayam terbuat dari bahan baku jagung, konsentrat dan dedak bekatul. Produksi jagung dalam negeri, menurut Daniel, belum mampu mencukupi kebutuhan bahan baku pakan ternak sehingga produsen pakan ternak masih bergantung pada impor jagung dari luar negeri.
"Tingginya harga pakan ternak mempengaruhi harga daging ayam dan telur di pasaran. Peningkatan ini menimbulkan beban berat bagi peternak, sehingga harga pokok penjualan (HPP) juga mengalami kenaikan," tuturnya.
Faktor kedua yang membuat harga telur dan daging ayam terus meroket adalah persoalan distribusi. Saat ini penyebab persoalan di hilir yakni kurangnya perhatian Pemerintah Daerah yang memiliki kewajiban menanggung biaya transportasi pendistribusian dari peternak ke pasar-pasar.
"Kemendagri kan sudah memberikan lampu hijau kepada Pemerintah Daerah agar mengalokasikan dana terhadap biaya transportasi bagi komuditas yang mengalami kenaikan sebesar 5 persen. Kami di DPR akan mengawasi penerapannya di lapangan," sebut Daniel.
Selain itu, penyebab kenaikan harga telur dan daging ayam karena banyak pendistribusian dilakukan di luar pasar. Sehingga, ketersediaan di pasar menjadi langka dan harga mengalami kenaikan.
Daniel pun mendorong agar pengawasan dan penerapan hukum yang ketat terhadap praktik monopoli, kartel, dan praktik bisnis yang merugikan konsumen harus menjadi prioritas Pemerintah.
“Penanganan yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kelangkaan dan peningkatan harga yang tidak wajar,” tegasnya.
Lebih lanjut, Daniel menyoroti satuan tugas (Satgas) Pangan yang terkesan terlambat dalam menangani kenaikan harga bahan pangan. Mengingat, Polri dan sejumlah kementerian membentuk Satgas tersebut untuk melakukan pengawasan harga pangan di pasar-pasar.
"Satgas Pangan harus lebih sering turun ke pasar-pasar untuk melakukan pengawasan terhadap harga-harga. Apabila ada inflasi, harus segera dicari akar permasalahannya. Jangan menunggu komoditi pangan naik baru turun ke pasar," ujar Daniel.
Di sisi lain, Anggota Komisi DPR yang membidangi urusan pertanian/perternakan dan pangan itu pun meminta Pemerintah betul-betul mengkaji secara mendalam terkait rencana impor 2 juta ton beras. Daniel berharap, rencana tersebut tidak berdampak terhadap kondisi petani yang saat ini sedang memasuki masa panen raya.
“Jangan sampai impor beras merusak harga beras petani, bagaimana dengan program food estate yang harusnya berdampak akan kesejahteraan petani. Food estate ini kan tujuannya positif dalam mendukung ketahanan pangan nasional, terutama di tengah ancaman dan krisis pangan,” urainya.
BACA JUGA:
Adapun rencana impor beras disebut perlu dilakukan untuk menghadapi fenomena cuaca panas berkepanjangan (El Nino), karena kondisi itu menyebabkan kekeringan yang bisa menekan produksi pangan, termasuk beras. Pemerintah mengklaim impor beras tidak akan mengganggu harga gabah petani dan akan menjadi cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola Bulog di tengah ancaman El Nino.
Meski begitu, Daniel meminta Pemerintah melakukan pengkinian data CBP pasca panen raya. Ini bertujuan untuk memastikan apakah program impor beras sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
“Hal yang harus diperhatikan Pemerintah adalah mengenai data. Jangan juga pemerintah lakukan impor saat panen raya. Itu menjadi berita buruk dan akan mengganggu semangat para petani. Cek dulu produksi dalam negeri, apakah impor bahan pangan seperti beras tepat untuk menghhadapi El Nino?" tutup Daniel.