Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya upaya perintangan penyidikan dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Bupati Mamberamo Tengah nonaktif Ricky Ham Pagawak. Identitas mereka sudah berada di kantong penyidik.

"Informasi yang kami terima diduga ada pihak-pihak yang sengaja berupaya melakukan dugaan perintangan penyidikan. Diduga oleh orang-orang dekat tersangka RHP," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 12 Maret.

Upaya perintangan itu dilakukan dengan beberapa cara. Kata Ali, salah satunya mengondisikan keterangan saksi di hadapan penyidik komisi antirasuah.

"Termasuk, mempengaruhi saksi agar tidak hadir secara patut saat dipanggil tim penyidik," tegasnya.

KPK mengingatkan, siapapun dilarang mempengaruhi saksi-saksi karena dilarang undang-undang. "Kami dapat terapkan ketentuan Pasal 21 UU Tipikor," ungkap Ali.

Lebih lanjut, Ali mengatakan pengusutan kasus Ricky terus berjalan. Saat ini aset yang disita mencapai Rp30 miliar di antaranya dua unit mobil dan empat bidang tanah beserta bangunan di atasnya, berupa tiga homestay dan satu rumah tinggal senilai Rp 10 miliar.

"Tim masih terus telusuri aliran uang hasil korupsi sehingga penyitaan masih akan terus dilakukan agar nantinya dapat memenuhi aset recovery hasil korupsi," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Ricky diduga menerima uang suap dan gratifikasi hingga Rp200 miliar. Penerimaan ini dilakukan dari kontraktor yang ingin mendapat proyek di Kabupaten Mamberamo Tengah.

Ada tiga kontraktor yang disebut memberikan uang yaitu Direktur PT Solata Sukses Membangun, Marten Toding; Direktur Utama PT Bina Karya Raya, Simon Mampang; dan Direktur PT Bumi Abadi Perkasa Jusiendra Pribadi Pampang.

Rinciannya, Jusiendra mendapat 18 paket pekerjaan dengan total nilai mencapai Rp217,7 miliar. Proyek yang dibangun di antaranya pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura.

Sementara Simon mendapat enam paket senilai Rp179,4 miliar dan Marten mendapat tiga paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar. Pekerjaan ini didapat tiga swasta itu setelah mereka bersepakat dengan Ricky memberikan uang.

Dari uang yang didapat itu, Ricky kemudian diduga melakukan pencucian uang dengan cara membelanjakan hingga menyamarkan hasil suap dan gratifikasi yang diterimanya.