Bagikan:

BOGOR - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menetapkan kembali Kepala SMK Generasi Mandiri berinisial MK sebagai tersangka penyalahgunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS).

Kasubsi A Intelijen Kejari Kabupaten Bogor Aji Yodaskoro di Cibinong, Bogor, Selasa, mengatakan bahwa MK ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama sebelum permohonan praperadilannya di Pengadilan Negeri (PN) Cibinong dikabulkan sebagian pada bulan Oktober 2022.

"Dengan demikian, penanganan perkara tersebut tetap dilanjutkan," kata Aji dilansir ANTARA, Selasa, 9 Mei.

MK pertama kali ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Kabupaten Bogor pada tanggal  8 September 2022 karena diduga melakukan tindak pidana korupsi dana BOS senilai Rp1 miliar.

Tersangka MK diduga melakukan tindak pidana korupsi dana BOS, baik dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat maupun pemerintah pusat, mulai tahun anggaran 2018 hingga 2021.

Sebelumnya, Humas PN Cibinong Kelas 1A Amran S. Herman mengatakan hakim mengabulkan permohonan MK alias Mustopa Kamil yang mengajukan praperadilan atas penetapan tersangkanya.

"Putusannya dikabulkan sebagian (oleh hakim) sehingga masih bisa diulang lagi penyelidikannya," terang Amran.

Dalam amar putusannya, hakim tunggal PN Cibinong Ahmad Taufik yang menyidang perkara Gugatan Praperadilan No. 9/Pid. Pra/2022/PN mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk sebagian.

"Menyatakan tindakan termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka, sebagaimana yang tertuang dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP- 878/M.2.18/Fd.2/09/2022 tanggal 8 September 2022 atas nama tersangka Mustopa Kamil, S.Ag., M.Pdi. adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian isi putusan yang dirilis PN Cibinong, Senin, 10 Oktober 2022.

Hakim juga meminta pihak kejaksaan membebaskan Mustopa karena Surat Perintah Penahanan Nomor: PRINT-2503/M.2.18/Fd.2/09/2022 dianggap tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum. Oleh karena itu, surat perintah penahanan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Memerintahkan kepada termohon untuk membebaskan pemohon dari penahanan," isi putusan tersebut.

Hakim juga menyatakan bahwa pihak Kejari Kabupaten Bogor telah melakukan tindakan melanggar KUHAP dan peraturan perundang-undangan dalam perkara tersebut.