Apa Itu RUU Perampasan Aset yang Pengesahannya Harus Lobi Ketua Umum Parpol?
Ilustrasi perampasan aset (ANTARA/HO-JP)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset sedang santer diperbincangkan setelah disinggung Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul dalam rapat kerja di Komisi III DPR, Jakarta, Rabu 29 Maret 2023 malam.

Saat itu, Pacul menanggapi permintaan pengesahan RUU Perampasan Aset dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Permintaan ini muncul seiring dengan adanya dugaan transaksi janggal Rp349 triliun di Kementerian Keuangan.

Dalam raker tersebut, Pacul mengatakan bahwa RUU Perampasan Aset bisa disahkan menjadi UU apabila para ketua umum partai menyetujui. Pasalnya, semua anggota DPR patuh pada ‘bos’ masing-masing. Oleh sebab itu, ia meminta kepada pemerintah untuk melobi ketua umum partai.

"Republik di sini ini gampang Pak, Senayan ini. Lobinya jangan di sini Pak, ini korea-korea ini semua nurut bosnya masing masing. Di sini boleh ngomong galak Pak. Bambang Pacul ditelepon Ibu: 'Pacul berhenti', 'ya siap'. Laksanakan, pak," ucap Pacul.

Lantas, apa itu RUU Perampasan Aset?

Apa Itu RUU Perampasan Aset

RUU Perampasan Aset atau dikenal dengan asset recovery merupakan undang-undang yang mengatur tentang pengambilalihan penguasaan dan kepemilikan aset tindak pidana bermotif ekonomi, seperti korupsi dan narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Dirangkum dari berbagai sumber, Selasa, 4 April 2023, RUU Perampasan Aset disusun sebab mekanisme yang ada saat ini terkait perampasan aset tindak pidana belum mendukung upaya penegakan hukum yang berkeadilan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi Undang-Undang dapat mendorong hukum profesional, transparan, dan akuntabel.

Segala aturan yang termaktub dalam RUU Perampasan Aset dibuat untuk mengejar aset hasil kejahatan bukan bukan terhadap pelaku kejahatan.

UU Perampasan Aset diharapkan dapat membantu mengembalikan kerugian negara baik dari hasil korupsi, pencucian uang, narkotika maupun tindak pidana lain.

Saat ini, perampasan aset hanya bisa dilakukan ketika seseorang terbukti melakukan tindak pidana korupsi atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan pembuktian pidana asal.

Apabila RUU Perampasan Aset disahkan menjadi UU, tindak pidana asal tidak lagi diperlukan.

Paradigma RUU Perampasan Aset

Ada tiga paradigma yang digunakan dalam RUU Perampasan Aset, yakni:

  • Terdakwa dalam kasus tindak pidana tidak hanya subjek hukum sebagai kejahatan melainkan juga aset yang didapat dari kejahatan tersebut.
  • Mekanisme peradilan yang digunakan adalah mekanisme peradilan perdata.
  • Putusan pengadilan tidak dikenakan sanksi pidana sebagaimana sanksi yang dijatuhkan pada pelaku kejahatan lainnya.

Mekanisme Perampasan Aset Tindak Pidana

Dalam mekanisme perampasan aset tindak pidana, ada dua mekanisme yang dapat digunakan, yakni:

  • Perampasan aset yang didasarkan pada dakwaan pidana (conviction based asset forfeiture)
  • Perampasan aset tanpa didasarkan pada dakwaan pidana (non-conviction based asset forfeiture).

Mekanisme perampasan aset yang didasarkan pada dakwaan pidana merupakan cara yang lazim digunakan dalam kerangka hukum pidana saat ini. Artinya perampasan aset baru bisa dilakukan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Sementara mekanisme perampasan aset yang kedua dapat dilakukan berdasarkan asas pembuktian formil dan dilakukan dalam kerangka hukum perdata.

Demikian informasi tentang RUU Perampasan Aset. Untuk mendapatkan berita menarik lainnya, baca terus VOI.ID.