Bagikan:

JAKARTA - Dalam upaya mencegah polarisasi politik dan paham sesat di Indonesia, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tokoh lintas iman. Diskusi tersebut difokuskan pada penyamaan definisi tentang paham sesat dan politik identitas untuk membantu Bawaslu mengembangkan strategi pencegahan agar tidak muncul pada pemilu mendatang.

"Perlu persamaan makna politisasi SARA dan politik identitas sebagai mitigasi bagi Bawaslu untuk melakukan pencegahan," kata anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty di Jakarta, Sabtu, 25 Maret.

Lolly Suhenty, mengungkapkan harapannya bahwa kolaborasi dengan tokoh lintas iman akan memperkuat upaya pencegahan Bawaslu.

"Upaya memastikan kualitas demokrasi kita makin baik, tentu dilihat dari seberapa kuat melakukan pencegahan dan menindak jika ada pelanggaran," kata Lolly menegaskan, dikutip Antara.

"Kualitas demokrasi kita ditentukan oleh kemampuan kita dalam mencegah dan menangani pelanggaran. Dengan berkolaborasi dengan tokoh lintas iman, kami berharap bisa menyamakan definisi dan memperkuat upaya pencegahan kami," ujar Suhenty.

Para tokoh lintas iman yang berpartisipasi dalam diskusi tersebut terdiri dari perwakilan Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Dewan Rohaniwan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Anggota Bawaslu, Totok Hariyono, menekankan pentingnya pencegahan sebagai bagian dari konsep "gotong royong". "Kami lebih mengedepankan upaya pencegahan sebelum melakukan tindakan pembinaan. Hal ini sebagai bagian dari konsep pemilu gotong royong," ungkap Hariyono.

Kolaborasi antara Bawaslu dan tokoh lintas iman dipandang sebagai langkah positif untuk mempromosikan persatuan nasional dan mencegah paham sesat serta politik identitas dari mengancam pemilu mendatang.