Harimau Sumatera ‘Dewi Siundul’ Mati dengan Sejumlah Luka Infeksi, BKSDA: Konflik dengan Manusia
Harimau Sumatera Dewi Siundul saat diperiksa dokter/ Foto: Antara

Bagikan:

SUMUT - Pelaksana Harian (Plh) Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara Elvina Rosinta Dewi mengatakan harimau sumatera yang bernama "Dewi Siundul" di Suaka Satwa (Sanctuary) Barumun, dinyatakan mati.

"Harimau sumatera bernama 'Dewi Siundul' (DS) dinyatakan mati, Minggu (19 Maret), setelah lebih kurang 2,5 bulan dirawat secara intensif oleh tim medis (dokter hewan) BBKSDA Sumut dan keeper sanctuary harimau sumatera Barumun yang dimonitor langsung oleh drh. Anhar Lubis," kata Elvina, mengutip Antara, Rabu, 22 Maret.

Elvina menyebutkan DS merupakan harimau korban konflik dengan manusia di beberapa desa di antaranya Desa Siundul July, Desa Pagaranbira Jae dan Desa Hutabargot, Kecamatan Sosopan. Konflik terjadi sekitar satu bulan, karena memangsa ternak warga dan meresahkan masyarakat karena sering berada di sekitar pemukiman.

DS berjenis kelamin betina, berumur 14 tahun diamankan dari Desa Siundul Julu, Kecamatan Sosopan, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara pada 16 Desember 2021 dan dibawa ke Suaka (Sanctuary) harimau sumatera Barumun.

"Pada saat diamankan DS sudah masuk usia tua, memiliki panjang badan (kepala ekor) 234 cm dan tinggi 74 cm, dalam keadaan sakit karena terdapat luka pada bagian perut hingga keluar belatung, malnutrisi sehingga fisik lemah dan kurus," ucapnya.

Ia mengatakan umur 14 tahun untuk harimau sumatera sudah memasuki usia tua bahkan sangat tua mengingat umur harimau sumatera di alam liar hanya sekitar 10-15 tahun.

Setelah dirawat selama hampir enam bulan, BBKSDA Sumut mengusulkan DS agar dilepasliarkan dan disetujui oleh pusat.

"Namun berdasarkan general check up dan analisa disposal dalam rangka persiapan pelepasliaran didapati indikasi bahwa DS mengalami penurunan daya survival di alam dan dikhawatirkan tidak mampu bertahan hidup di habitat barunya. Dimana DS tidak mampu berburu sehingga proses pelepasliaran harimau tersebut ditunda," katanya.

Elvina menjelaskan selama dirawat dan ditempatkan di suaka satwa harimau sumatera Barumun, DS mengalami beberapa kali sakit dan luka yang mengharuskan dirawat intensif.

Terakhir pada tanggal 11 Maret 2023 dilakukan perawatan intensif terhadap DS dengan kondisi luka baru pada kaki (melempuh), luka lama saat evakuasi pada perut dan punggung telah sembuh dan tumbuh rambut pada bekas lukanya.

"Luka pada kaki mulai mengering, tetapi mulai timbul luka baru pada ekor, siku dan perut, nafsu makan masih ada tetapi harus disuapi, jalan masih bisa tetapi sempoyongan dan terdapat indikasi gula darah yang tinggi (kadar gula darah untuk harimau sekitar 21-109, hasil tes gula darah Dewi Siundul 178," ujarnya.

Elvina menambahkan pada tanggal 15 Maret 2023, kondisi DS sudah bisa makan daging, tetapi tidak dapat berjalan. DS terlihat susah berdiri dan badannya gemetaran.

Selama dalam perawatan, keeper melakukan penyemprotan iodine, gusanek untuk luka pada kaki dan ekor, dan pengobatan luka punggung.

"Keeper memberikan makan daging ayam dan minum dengan cara menyulang. Mencermati kondisi DS yang kurang baik, pada tanggal 17 Maret 2023 dilaksanakan rapat secara daring atau online yang membahas DS dengan peserta rapat terdiri atas Direktorat KKHSG Ditjen KSDAE, Balai Besar KSDA Sumatera dan Bidang KSDA Wilayah IIT Padangsidimpuan," katanya.

Ia mengatakan hasil rapat para pihak mendukung untuk menyelamatkan DS termasuk di dalamnya berbagi pengalaman penanganan harimau yang sakit, prioritas saat ini adalah untuk memulihkan kondisi

Namun pada tanggal 19 Maret 2023, kondisi DS terlihat masih lemah dan akhirnya pukul 16.25 WIB DS dinyatakan mati. Tindakan selanjutnya adalah bangkai DS dikubur di Suaka Satwa harimau sumatra," katanya.