BKSDA Turunkan Tim Tangani Gangguan Harimau yang Serang Warga di Aceh Selatan
Dokumentasi - Harimau sumatra diberi nama Lhokbe saat dilepasliarkan di Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh. ANTARA/HO/BKSDA Aceh

Bagikan:

BANDA ACEH - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menurun tim menangani gangguan harimau yang menyerang sejumlah warga di Kabupaten Aceh Selatan.

"Tim sudah bergerak ke Aceh Selatan menangani gangguan harimau yang dilaporkan menyerang sejumlah warga," kata Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto dilansir ANTARA, Rabu, 1 Februari.

Menurut Agus Arianto, penanganan gangguan satwa dilindungi tersebut bekerja sama dengan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, TNI, Polri, mitra kerja, serta masyarakat setempat.

"Terhadap korban, sudah mendapat penanganan medis. Kami juga mengimbau masyarakat berhati-hati saat beraktivitas di kawasan hutan yang merupakan habitat satwa liar seperti harimau," kata Agus Arianto.

Sebelumnya, dua petani dan seorang tim patroli kehutanan mengalami luka berat diserang harimau di kawasan hutan Gunung Sampali, Gampong Koto, Kecamatan Kluet Tengah, Kabupaten Aceh Selatan.

Serangan satwa dilindungi tersebut terjadi dua kali, pertama pada Sabtu (28/1), dengan korban tim patroli kehutanan bernama Rusdianto. Serangan kedua terjadi pada Rabu (1/2), dengan korban ayah dan anak, Amrizal (65) dan Hafifi Yunanda (29).

Ketiga korban mengalami sejumlah luka di sekujur tubuh setelah diserang harimau. Saat ini, ketiga korban dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yuliddin Away di Tapaktuan, ibu kota Kabupaten Aceh Selatan.

Berdasarkan daftar kelangkaan satwa dikeluarkan lembaga konservasi dunia International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus spesies terancam kritis, berisiko tinggi untuk punah di alam liar.

BKSDA Aceh mengimbau masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian khususnya harimau sumatra dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa.

Serta tidak menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati.

Kemudian, tidak memasang jerat, racun, pagar listrik tegangan tinggi yang dapat menyebabkan kematian satwa liar dilindungi. Semua perbuatan ilegal tersebut dikenakan sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan.

Di samping itu, aktivitas ilegal lainnya juga dapat menyebabkan konflik satwa liar khususnya harimau sumatra dengan manusia. Konflik ini berakibat kerugian secara ekonomi hingga korban jiwa, baik manusia maupun keberlangsungan hidup satwa liar tersebut.*