Perbedaan Metode Hisab dan Rukyatul Hilal dalam Penentuan Awal Ramadan
Ilustrasi aktivitas pemantauan hilal. (Antara)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Hisab dan rukyatul hilal adalah dua metode yang umum digunakan oleh umat muslim Indonesia untuk menentukan awal Ramadan. Metode Hisab secara khusus digunakan oleh Muhammadiyah untuk menentukan kriteria ijtimak atau saat berakhirnya bulan lalu dan munculnya bulan baru dalam penanggalan Hijriah. Sementara Nahdlatul Ulama lebih mengedepankan pemantauan hilal untuk menentukan awal Ramadan. Lantas, apa perbedaan antara metode hisab dan rukyatul hilal?

Perbedaan Antara Metode Hisab dan Rukyatul Hilal

Metode hisab yang dipakai oleh Muhammadiyah adalah metode perhitungan waktu berdasarkan posisi geometeris benda-benda langit, termasuk matahari, bulan, dan bumi.

Dalam Pedoman Hisab Muhammadiyah dikatakan bahwa metode hisab digunakan untuk menentukan awal bulan Ramadan, waktu salat, idulfitri, waktu haji, dan waktu untuk melaksanakan salat gerhana.

Penentuan awal bulan kamariyah dapat dilakukan dengan dua metode hisab, yakni hisab urfi dan hisa hakiki.

Hisab urfi adalah metode penentuan awal bulan yang tidak berpatokan pada gerak benda langit secara hakiki.

Sementara metode hisab hakiki merupakan metode penentuan awal bulan kamariyah yang didasarkan pada peredaran bulan, bumi, dan matahari yang sebenarnya.

Awal bulan ditentukan dengan kemunculan bulan bermula sementara berakhirnya bulan kamariah mengacu pada kedudukan atau perjalanan bulan.

Penetapan awal bulan kamariyah didukung dengan lima kriteria tertentu, salah satunya adalah kemunculan bulan sabit pertama (hilal).

Jika salah satu dari lima kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka bulan akan terus berjalan hingga perhitungan 30 hari kemudian bulan baru akan dimulai pada lusa. Metode hisab inilah yang digunakan oleh Muhammadiyah untuk menentukan kriteria ijtimak.

Sementara metode rukyatul hilal yang digunakan oleh Nahdlatul Ulama dan juga Kementerian Agama adalah metode penentuan awal Ramadan dan Syawal berdasarkan pengamatan bulan.

Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop.

Disadur dari laman resmi Nahdlatul Ulama, awal bulan puasa bisa ditetapkan jika hilal telah memenuhi kriteria imkanur rukyah.

Imkanur rukyah adalah mempertimbangkan kemungkinan terlihatnya hilal. Imkanur rukyah dimaksudkan untuk menjembatani rukyat dan metode hisab. Kriteria tersebut bisa didapat jika hilal telah berada di ketinggian 2 derajat.

Meski begitu, ada pula yang berpandangan bahwa pada ketinggian kurang dari 2 derajat hilal tidak mungkin dapat dilihat. Sehingga dipastikan ada perbedaan penetapan awal bulan pada kondisi ini.

Rukyat bisa dilakukan setelah matahari terbenam. Ini karena hilal hanya terlihat setelah matahari terbenam.

Jika hilal terlihat, maka pada waktu petang atau maghrib waktu setempat telah memasuki bulan (kalender) baru hijriyah. Namun, jika hilal tidak terlihat, maka awal bulan ditetapkan mulai maqhrib hari berikutnya.

Pengamatan hilal dilakukan disejumlah titik di Indonesia. Tahun ini, Kementerian Agama menggelar pemantauan (rukyatul) hilal awal Ramadan 1444 Hijriah/2023 Masehi di 124 titik lokasi.

Demikian informasi tentang perbedaan antara metode hisab dan rukyatul hilal dalam penentuan awal Ramadan. Untuk mendapatkan berita menarik lainnya, baca terus VOI.ID.