JAKARTA - Penyebaran virus corona menjadi momok menakutkan bagi masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Langkah penanganan virus ini adalah menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan.
Informasi tersebut membuat masker jadi barang yang diburu. Bahkan, saat ini, pelindung pernafasan itu sukar dicari.
Tapi, bukan berarti masker benar-benar hilang dari pasaran. Cuma, perlu merogoh kocek lebih dalam karena pedagang membandrolnya dengan harga yang lumayan.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi curiga dengan kenaikan harga masker ini. Menurutnya, ada pihak-pihak yang mencoba mencari keuntungan di balik isu penyebaran virus corona. Sehingga, ia meminta kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Kepolisian untuk mengusut tuntasnya.
"Terkait hal itu, YLKI meminta KPPU untuk mengusut kasus tersebut, karena mengindikasikan adanya tindakan mengambil keuntungan berlebihan atau exesive margin, yang dilakukan oleh pelaku usaha atau distributor tertentu," ujar Tulus dalam keterangannya, Senin, 10 Februari.
BACA JUGA:
Berdasarkan undang-undang tentang Persaingan Usaha Tidak Sehat, tindakan excessive margin oleh para pelaku usaha merupakan pelanggaran. Untuk itu, Polri diminta untuk bertindak dengan mengusut adanya dugaan penimbunan masker oleh oknum distributor tertentu demi mengeruk keuntungan.
Bahkan, dugaan penimbunan masker terjadi di pasar-pasar besar di kawasan Jakarata, yakni, Pasar Pramuka dan Jatinegara, Jakarta Timur.
Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Arie Ardian menyebut, pihaknya belum menemukan atau menerima informasi mengenai dugaan itu. "Sejauh ini kami belum menerima adanya laporan itu," katanya.
Menambahkan, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur AKBP Heri Purnomo mengatakan jika ada laporan atau informasi soal penimbunan masker, maka, pihaknya akan telebih dahulu menyelidiki untuk memastikan adanya pelanggaran pidana. Ketika telah memenuhi unsur pidana, polisi akan melakukan penindakam sesuai dengan aturan yang ada.
"Tentu ada pengawasan, tapi terlebih dahulu kita cek dahulu ada atau tidak pelaranggaran pidana," tegas Heri.
Berdasarkan penelusuran VOI, masker menjadi barang yang cukup sulit untuk didapatkan. Dari dua apotek di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, tak ada satu pun yang menjualnya dengan alasan stok yang sudah habis sejak akhir bulan Januari.
Namun, masker justru mudah ditemui di salah satu mini market yang tak jauh dari lokasi apotek tersebut. Pada etalase terlihat delapan kemasan yang masing-masing berisi lima masker.
Salah seorang pegawai mini marker bernama Nissa mengatakan, stok masker tak lagi melimpah seperti biasanya. Untuk saat ini, jumlah yang berada di etalase merupakan stok terakhir di bulan Februari.
Meski demikian, stok masker setiap bulannya tetap dikirim ke toko dia. Namun, jumlahnya tak banyak seperti dahulu atau tepatnya sebelum adanya kabar soal virus corona.
"Kalau dikirim ya tetap tapi tidak banyak. Mungkin karena itu berita soal virus Corona," singkat Nissa.
Beberapa hari yang lalu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, masker yang berasal dari Indonesia diekspor ke China.
"Demand dari masker itu luar biasa. Karena sekarang sampai 3 bulan ke depan masker ini sudah di-absorb sama China," kata Airlangga, Senin, 3 Februari.
Meski Airlangga melihat ada peluang dari impor masker tersebut, ia meminta produsen masker untuk tetap memperhatikan ketersediaan barang di Indonesia karena ia khawatir kita malah kehabisan masker.
"Negara seperti kita juga harus menyiapkan kuota (masker) untuk dalam negeri jangan sampai semua diserap dan dalam negeri enggak kebagian," tegas dia.
Hanya saja, permintaan Airlangga ini tampaknya terlambat. Sebab, sejak berita penyebaran virus corona marak, masker seperti barang langka yang sulit dicari. Hal ini diamini oleh Sekretaris Jenderal Himpunan Pedagang Pasar Pramuka Yoyon.
Menurutnya, di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, keberadaan masker mulai menipis karena sudah mulai jarang sales yang mengantar masker terutama yang berjenis N95.
"Dari sales sendiri tidak mendapatkan, menyuplaikan ke Pasar Pramuka. Jadi antartoko yang nyari-nyari. Secara resminya itu bisa dibilang tidak ada lagi (supply)," kata Yoyon kepada wartawan saat dihubungi di Jakarta, Senin, 3 Februari.
Dia juga menjelaskan, sejumlah toko sudah tidak lagi menjual masker dengan jenis N95. Kalau pun ada yang menjual, harganya lebih mahal drastis ketimbang harga sebelumnya.
Jika sebelum penyebaran virus corona masker dijual seharga Rp200 ribu per kotak dengan isi 20 buah, kini, menurut Yoyon, satu kotak masker N95 bisa dijual hingga mencapai Rp1,3 juta.
Meski harganya melonjak karena langka, dia mengatakan, masih cukup banyak masyarakat yang mencari masker tersebut, terutama warga negara China yang tinggal di Indonesia dan ingin memberi bantuan bagi keluarga mereka yang ada di Negeri Panda tersebut dengan mengirimkan masker dari Indonesia.
Karenanya, Yoyon menyarankan pemerintah memperhatikan kesediaan masker di Indonesia sebelum memberi bantuan ekspor masker ke China.
"Alangkah kasihannya kita, (negara) luar kita kasih bantuan kayak gitu sementara di sini harga melonjak di luar kewajaran karena kelangkaan masker itu sendiri," ujar Yoyon.
Penggunaan masker belakangan ini dianggap sebagai solusi untuk mencegah penularan virus corona. Ada dua jenis masker yang biasanya digunakan untuk melakukan pencegahan terhadap virus ini, pertama masker N95 dan masker bedah.
Masker N95 merupakan jenis masker yang mampu menghalangi partikel besar maupun kecil yang mengandung virus. Masker ini dianggap bisa menyaring 95 persen partikel di udara.
Kedua adalah masker bedah atau surgical mask yang kebanyakan digunakan petugas medis saat merawat pasien mereka. Masker sekali pakai ini biasanya mudah ditemukan dan harganya lebih murah ketimbang masker N95.
Namun, di antara dua masker tersebut, masker berjenis N95 lebih direkomendasikan penggunaannya untuk mencegah virus corona. Alasannya, masker ini lebih efektif dalam menyaring berbagai partikel di udara dan dianggap lebih ketat dibanding masker bedah yang masih ada celah di bagian pipi.