Bagikan:

SENTANI - Dinas Pendidikan Pengajaran dan Arsip Daerah (DPPAD) Provinsi Papua mengaku menemukan solusi menurunkan angka putus sekolah di wilayah tersebut yakni dengan menerapkan metode pendidikan terintegrasi.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala DPPAD Papua Protasius Lobya menyebutkan angka putus sekolah pada 2022  sebanyak 407.546 dan saat ini pihaknya sedang memperbaharui data 2023.

“Kami telah melakukan model pendidikan terintegrasi formal dan non formal gratis berpola asrama juga sekolah satu atap, jadi anak yang belum bisa membaca, menulis, menghitung diperbolehkan bersekolah,” katanya dilansir ANTARA, Sabtu, 4 Maret.

Menurut Protasius, anak diberi hak memakai seragam sekolah seperti anak sekolah formal dan disiapkan lewat program pendidikan nonformal, jika sudah siap, bisa beralih ke sekolah formal satu atap.

“Ke depan langkah yang akan kami lakukan adalah dengan meningkatkan fasilitas layanan sekolah dan menambah jumlah tenaga guru,” ujarnya.

Protasius menjelaskan penyebab anak putus sekolah yakni faktor ekonomi keluarga dan jarak tempat tinggal ke sekolah yang jauh.

”Pada 2022 angka putus sekolah di Papua dari jenjang Sekolah Dasar (SD) 147.778; Sekolah Menengah Pertama (SMP) 131.878; dan Sekolah Menengah Atas (SMA) 127.889,” katanya.

Dengan adanya pemekaran provinsi,  akan berpengaruh pada perubahan regulasi kewenangan pengelolaan pendidikan.

“Bolak-balik pindah provinsi dan kabupaten dampaknya ke regulasi kewenangan hal ini merusak tatanan pendidikan Papua,” ujarnya.