Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Sri Lanka bersikeras akan mengkremasi semua korban meninggal dunia karena pandemi COVID-19 di negaranya. Untuk itu, empunya kebijakan telah menolak seluruh permohonan dan rekomendasi internasional untuk mengizinkan minoritas Muslim menguburkan jenazah mereka sesuai hukum Islam.

Melansir CNA, Sabtu, 9 Januari, pemerintah sebelumnya telah melarang penguburan jenazah korban COVID-19 pada bulan April lalu. Alasannya, jenazah yang dikubur dapat mencemari air tanah dan menyebarkan virus.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bereaksi. Kata mereka, jenazah yang sudah dikubur tidak akan mencemari dan menyebarkan COVID-19. Senapas dengan itu, WHO mengimbau Sri Lanka untuk mulai kembali menguburkan korban COVID-19. Akan tetapi, usulan itu ditolak. 

"Keputusan ini tidak akan diubah karena alasan sosial, agama, politik atau pribadi lainnya," kata salah seorang pejabat Kementerian Kesehatan Sri Lanka.

Atas langkah tersebut, Dewan Muslim Sri Lanka (SLMC) menuduh pemerintah melakukan provokasi kepada umat muslim untuk melakukan sesuatu yang gegabah. Protes bahkan dikemukakan langsung oleh Menteri Kehakiman Ali Sabry yang diketahui sebagai seorang muslim.

"Kami memiliki jumlah kematian yang tidak proporsional karena Muslim tidak mencari pengobatan COVID-19, karena takut mereka akan dikremasi jika mereka didiagnosis COVID-19 setelah pergi ke rumah sakit," kata juru bicara SLMC, Hilmy Ahamed.

Sebelumnya, ketegangan antara komunitas Muslim dan Buddha sering terjadi di Sri Lanka. Ketegangan itu juga semakin meningkat kala terjadi pengeboman saat Paskah 2019 oleh militan lokal. Alhasil, konflik agama kemudian mencuat hingga hari ini.

Sejauh ini Sri Lanka telah mengonfirmasi 46.780 kasus penularan COVID-19. Di antara itu, terdapat 222 kasus meninggal dunia.