Aksi Sutresno Petugas Damkar Surabaya Evakuasi Sanca 3 Meter yang Melilit Ujung Tower WiFi Warga
Petugas tim rescue Sutresno yang mengevakuasi ular sanca kembang sepanjang tiga meter di tower sinyal saat ditemui di Kantor DPKP Kota Surabaya, Senin (20/2/2023). (ANTARA/Ananto Pradana)

Bagikan:

SURABAYA - Salah seorang petugas dari Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Surabaya tertangkap kamera saat melakukan evakuasi seekor ular sanca kembang sepanjang tiga meter.

Aksi petugas mengevakuasi ular sanca di ujung paling atas tower sinyal WiFi itu dilakukan di lantai dua salah satu rumah warga di Jalan Simo Pomahan Surabaya.

Petugas yang memanjat tower sinyal paling atas terlihat berupaya menggapai ekor ular sanca, sedangkan rekan lainnya ada yang menunggu di bawahnya, sembari membawa kantong kain berwarna putih.

Tim pemadam kebakaran juga dilengkapi perlengkapan keselamatan yang memadai, termasuk setelan baju dinas berwarna oranye, juga dikenakan.

Proses evakuasi diabadikan di video yang diunggah akun Instagram Command Center 112. Bahkan, Wali Kota Eri Cahyadi juga mengunggah video evakuasi ular sanca kembang di akun instagram pribadinya.

Eri memberikan penjelasan keberadaan ular sanca di atas tower sinyal yang berdampak pada terganggunya jaringan internet warga.

Bermula dari keluhan sinyal tak stabil, warga Simo Pomahan melihat ular sanca kembang berukuran tiga meter di atas tower internet, melilit ujung pemancar sinyal.

Selain Wali Kota Surabaya, upaya evakuasi dari petugas mendapatkan apresiasi dari warganet, seperti halnya akun miss_yuni_aja.

Sosok petugas dari Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan itu bernama Sutresno, pria 30 tahun, kelahiran Kabupaten Bangkalan, Madura. Dia berasal dari regu empat, dengan tugas di unit penyelamatan atau rescue. Sutresno bergabung di unit itu pada 2022, meskipun profesi sebagai petugas pemadam kebakaran sudah dilakoni sejak 2016.

Tim rescue, tempat Sutresno bertugas, berisikan anggota pilihan yang terlebih dahulu melalui proses seleksi ketat.

Proses evakuasi 

Kepada ANTARA, pemuda Sutresno ini berbagi cerita mengenai jalannya evakuasi binatang yang sering disebut hewan "berdarah dingin" itu. Selain bahaya jatuh, saat itu, dia bersama rekannya juga berjibaku melawan terik matahari. Saat itu cuaca di Kota Pahlawan memang tengah panas-panasnya.

"Pertama yang naik itu teman saya, tetapi hanya sampai tengah, karena matahari itu sangat terik, panas. Di bawahnya baru saya," kata Sutresno.

Dia saat itu memegang tongkat bambu panjang. Tujuannya sebagai alat menggapai ular yang berada di ujung tower. Alih-alih posisinya mudah digapai, lilitan hewan jenis reptil itu pada tower makin kuat .

Sutresno menyadari bila sudah melilit sesuatu, ular itu susah dilepas. Akhirnya dia naik, sedangkan temannya turun.

Uupaya evakuasi itu memang cukup memakan waktu, sehingga tenaga terkuras, di tengah cuaca yang sangat panas.

Pada satu momen, posisi dia dengan ular sanca itu sangat dekat. Posisi mendekat itu sengaja dia lakukan untuk memudahkan proses penangkapan.

Bambu yang dibawa itu digoyangkan beberapa kali dan diarahkan ke ekor ular. Ekor ular itu memang bagian yang paling mudah diraih.

Kepala ular beberapa kali berpindah posisi. Suatu waktu mengarah ke bagian perut, tak lama kemudian berada di ujung tower, sedangkan badannya tetap melilit dengan kencang.

Akhirnya Sutresno menarik ekor ular lebih kuat sampai lilitannya terlepas dari besi. Setelah lilitan terlepas, dia berusaha menjauhkan posisi ular dari besi towe.

Seperti biasa, jika lilitan ular lepas, maka satwa itu akan berupaya mencari objek lain. Karena itu, kondisi tersebut menjadi ancaman bagi Sutresno untuk menjadi lilitan ular.

Kegigihan Sutresno, dibantu petugas lainnya kemudian berhasil mengamankan seekor ular sanca itu. Ular sanca kembang itu akhirnya berhasil diamankan dan dimasukkan ke dalam kantong kain berwarna putih.

Dia mengakui keterampilan dalam proses penanganan hewan liar sering didapatkannya saat berlatih. Selain mempertimbangkan keselamatan diri petugas, juga harus mengedepankan aspek keselamatan satwa. 

Keselamatan satwa yang sedang diselamatkan juga menjadi perhatian karena hewan juga punya hak untuk hidup, seperti manusia. Mengandalkan insting dan kehati-hatian adalah modal yang harus dipergang oleh petugas penyelamat.

Bertaruh nyawa

Sutresno memang menyadari tugasnya tak mudah. Nyawa menjadi taruhannya. Saat proses penyelamatan itu, ada tiga kemungkinan yang akan dialami petugas, termasuk Sutresno, yakni jatuh dari ketinggian, dipatuk sekaligus dililit ular, dan tersengat aliran listrik.

Sebagai petugas terlatih, ketiga kemungkinan risiko itu sudah dipikirkan secara matang oleh Sutresno. Dia selalu berpedoman pada standar operasional prosedur yang membantunya tetap yakin aman saat bertugas.

Bapak satu orang anak itu menyebut, menghadapi panas sudah hal yang biasa dia jalani dalam bertugas. Justru kalau hujan turun, tugas memanjat ketinggian dihentikan terlebih dahulu, memperhitungkan risiko sambaran petir, termasuk bahaya aliran listrik. Diakui bahwa pelatihan-pelatihan yang dia jalani sangat membantu saat evakuasi ular sanca di atas tower itu.

Di luar hal teknis yang terus dilatih, kepasrahan kepada Tuhan juga menjadi pegangan Sutresno dan kawan-kawan saat menjalankan tugas mulia untuk kepentingan orang banyak tersebut. Karena itu berdoa sebelum menjalankan tugas tertentu juga menjadi bagian dari proses penyelamatan.

Karena itu risiko besar itu, Sutresno yang baru saja mendapatkan predikat ayah dari seorang anak kecil, tidak lupa memohon dukungan kepada keluarga terdekat sebelum menjalankan tugas.