JAKARTA - Penggerebekan pekerja seks komersial (PSK) di Padang, Sumatera Barat bikin nama anggota DPR Andre Rosiade jadi sorotan. Sebagai anggota parlemen, dia akan dimintai keterangannya oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Sementara, sebagai kader Partai Gerindra, dia akan dimintai keterangannya oleh majelis kehormatan partai.
Anggota MKD Arteria Dahlan mengatakan, MKD akan menggelar rapat pekan depan. Salah satu agendanya, membahas kasus yang menyeret nama anggota Komisi VI Andre Rosiade.
"Jadi kalau bicara Senin, 10 Februari, rencananya akan ada rapat. Salah satu agendanya adalah terkait dengan kasusnya Andre Rosiade. Jadi tidak hanya dibahas masalah Andre," tutur anggota MKD Arteria Dahlan, saat dihubungi VOI, di Jakarta, Jumat, 7 Februari.
Arteria menjelaskan, MKD belum dapat memeriksa yang Andre untuk kasus ini. Sebab, harus ada laporan yang masuk dari masyarakat untuk menindaklanjutinya. "Kalau seandainya ada laporan kita akan periksa, kita akan adili dan kita akan putus," tuturnya.
Politikus PDI Perjuangan ini melihat ada beberapa masalah dalam kasus penggerebekan PSK di Padang yang diduga dinisiasi oleh Andre ini. Di antaranya, ketidakmampuan Polda Sumatera Barat dalam penanganan masalah prostitusi, serta festivalisasi kekuasaan dengan cara yang tak patut.
"Kalau mau melakukan penggerebekan ya silakan, kalau tidak mampu bilang. Enggak usah melakukan aksi-aksi koboi orang sipil seperti Pak Andre. Jadi lakukan aja, kalau enggak mampu kita coba, kita cari yang mampu untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan itu," tuturnya.
Arteria juga menyayangkan sikap Andre yang melakukan penjebakan PKS dalam penggerebekan tersebut. Menurut dia, seharusnya cukup dengan melaporkan, biarlah polisi melakukan kerja-kerja kepolisian.
"Jangan sampai kita yang mencoba memberikan fasilitas. Ini kan memfasilitasi sama aja turut serta melakukan tindak pidana. Apapun maknanya. Pasal yang seperti itu kan masuk di dalamnya," jelasnya.
Selain MKD, Andre juga harus memberikan klarifikasi ke partainya. Majelis Kehormatan Partai Gerindra akan menggelar rapat untuk membahas masalah tersebut pekan depan.
"Dalam waktu minggu depan Saudra Andre Rosiade akan dimintakan keterangan di Majelis Kehormatan Partai dan DPP Partai Gerindra untuk melakukan klarifikasi terhadap apa yang sudah kita ketahui beredar di tengah masyarakat," tutur Wakil Katua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen.
Tak hanya itu, Partai Gerindra, kata Dasco, juga telah mengirim tim ke Padang, Sumatera Barat untuk mengecek kebenaran peristiwa tersebut. Menurut dia, berdasarkan keterangan Andri, dia tidak berada di dalam kamar pada saat kejadian. Tapi, kuitansi hotel tersebut atas nama Andre. Kata Dasco, hal tersebut yang akan ditanyakan dalam rapat forum majelis kehormatan partai.
"DPP Partai Gerindra juga menyampaikan prihatin, meminta maaf kepada masyarakat apabila kemudian membuat situasi menjadi tidak kondusif. Namun segala sesuatunya nanti berpulang dari hasil verfikasi di majelis kehormatan DPP Gerindra," jelasnya.
Andre mengunggah prosesnya penggerebekan ini ke akun media sosialnya, Twitter. Unggahan tersebut membubuhkan keterangan dia bersama polisi melakukan penggerebekan dengan untuk memberantas prostitusi di sana.
Saya bersama aparat kepolisian, membongkar kegiatan praktek prostitusi online di salah satu hotel di Kota Padang.
Ini kedepan harus menjadi pelajaran dan bahan evaluasi bagi kita. Ini bukan PR polisi saja. Namun PR kita semua. pic.twitter.com/G2ctKoUh5W
— Andre Rosiade (@andre_rosiade) January 27, 2020
BACA JUGA:
Langkah Andre dianggap melanggar hukum
Direktur ICJR Anggara, dalam keterangan tertulis yang diterima VOI mengatakan, teknik penjebakan tidak dikenal dalam sistem peradilan pidana. Metode penyelidikan atau penyidikan dengan menggunakan teknik penjebakan (entrapment) merupakan salah satu teknik yang oleh Mahkamah Agung telah disebutkan bertentangan dengan hukum acara pidana.
Entrapment berbeda dengan teknik penyidikan lain yang hampir mirip, seperti undercover buy dan control delivery dalam UU Narkotika. Keduanya hanya digunakan dengan tujuan membongkar jaringan kejahatan terorganisir dan transnasional seperti narkotika, itu sebabnya penggunaannya sangat terbatas dan tidak dikenal di undang-undang yang memuat hukum acara pidana lainnya.
Menurut pandangan ICJR, teknik penyelidikan atau penyidikan dengan menggunakan penjebakan, bukanlah teknik yang dapat digunakan oleh aparat penegak hukum dalam hukum acara pidana. Penjebakan sangatlah rentan dengan rekayasa, dan teknik ini secara umum memengaruhi kehendak dari terdakwa untuk melakukan perbuatan.
"Perbuatan pidana tidak akan terjadi apabila tidak ada kondisi yang secara sengaja diciptakan yang merupakan esensi dari penjebakan itu sendiri. Padahal, untuk dapat menyatakan seseorang melakukan suatu perbuatan pidana, harus dibuktikan adanya perbuatan dan niat jahat dari terdakwa untuk melakukan perbuatan tersebut," tutur Anggara.
Teknik penjebakan, kata Anggara, mengonstruksikan adanya niat jahat dari luar diri pelaku. Hal yang perlu diperhatikan, untuk mengukur terjadinya suatu perbuatan pidana, niat jahat timbul harus sejak adanya permulaan perbuatan dan niat jahat tersebut harus timbul dari internal diri pelaku perbuatan, bukan dari luar.
Dalam putusan No. 2517K/Pid.Sus/2012, Mahkamah Agung menguatkan putusan PN Langsa yang melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum karena menurut MA terdakwa dalam kasus ini hanyalah sebagai pelaksana perintah dari orang lain yang adalah seorang polisi, di mana atas pesanan polisi tersebut. Sehingga terdakwa mencari narkoba dan akhirnya ditangkap sendiri oleh petugas dari kepolisian.
Lebih lanjut, MA menyatakan bahwa terdakwa melakukan perbuatan itu (membeli sabu-sabu) karena diminta oleh polisi, sehingga menurut majelis pada diri terdakwa tidak terdapat kesalahan, karenanya tidak dapat dipidana sesuai dengan asas geen straf zonder schuld.
ICJR berpendapat, perkara ini tidaklah dapat dilanjutkan prosesnya, sebab sebagaimana telah disampaikan MA dalam putusannya, tidak ada kesalahan yang dapat ditemukan di dalam diri pelaku. Ketiadaan kesalahan, artinya meniadakan perbuatan pidana, atau sederhananya perbuatan pidana tidak pernah terjadi di dalam perkara ini.
"Berdasarkan hal ini, ICJR mendorong Polda Sumbar untuk hati-hati dalam memproses kasus ini dan tidak melanjutkan kasus ke tingkat penyidikan. ICJR juga mengingatkan agar ke depannya, aparat penegak hukum berhati-hati menggunakan kewenangannya untuk melakukan upaya paksa seperti penangkapan dan penggeledahan, dengan tidak menggunakan praktik-praktik yang dilarang di dalam teknik penyelidikan atau penyidikan," jelasnya.