PEKANBARU - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Pekanbaru menemukan 129 jenis obat tradisional tanpa izin edar atau izin edar fiktif dan mengandung bahan kimia obat (BKO). Obat ini terkemas dalam 11.049 pieces dengan nilai ekonomi sekitar Rp413 juta.
"Temuan itu terungkap dalam operasi penindakan oleh penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) BBPOM di Pekanbaru pada Selasa lalu bersama Korwas PPNS Ditkrimsus Polda Riau, Ditresnarkoba Polda Riau, Dinas Kesehatan Provinsi Riau dan Satpol PP Provinsi Riau," kata Kepala BPOM Pekanbaru, Yosef Dwi Irwan pada konferensi pers di Pekanbaru, Antara, Senin, 20 Februari.
Dwi mengatakan dalam operasi tersebut, BBPOM Pekanbaru menyasar lima titik yang diindikasikan sebagai tempat penjualan (depot jamu), tempat tinggal sekaligus gudang penyimpanan yang berada di Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir.
Ia menambahkan pendalaman terhadap target operasi ini dilakukan selama enam bulan dengan menindaklanjuti temuan di lapangan dan informasi masyarakat.
Dari hasil temuan itu Polres Rokan Hilir telah menahan satu orang tersangka berinisial IN (33,5), pemilik usaha (depot jamu) dan rumah yang dijadikan gudang penyimpanan obat tradisional ilegal tersebut.
"Tersangka ini diancam 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar karena diduga melanggar pasal 197 Jo Pasal 106 ayat (1) UU RI No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan," katanya.
Dwi juga menegaskan bahwa operasi penindakan itu merupakan salah satu wujud komitmen BBPOM dalam pemberantasan obat dan makanan ilegal yang beresiko pada kesehatan.
Menurut dia, tersangka IN mengedarkan dan menjual obat tradisional ilegal itu sejak tahun 2018 ke beberapa daerah di Riau, antara lain Bagan Batu, Bagan Siapiapi dan Dumai. dengan omset penjualan rata-rata per bulan sekitar Rp50.000.000 - Rp60.000.000.
Ia menyebutkan sumber pengadaan obat tradisional ilegal berasal dari Jawa, Medan dan Jambi, untuk diproduksi berbagai jenis obat raja madu klanceng plus, cobra india, asam urat flu tulang, buah merah plus mahkota dewa brastomolo, kopi jantan gali gali, pil tupai jantan asli, kapsagi, gali-gali asli xtra strong, kianpi pil, rempah alam papua, buah merah dan lain-lain.
Dwi menjelaskan bahan kimia obat (BKO) merupakan zat kimia yang digunakan sebagai bahan utama obat kimiawi yang biasa ditambahkan dalam sediaan obat tradisional/jamu untuk memperkuat indikasi dari obat tradisional tersebut, seperti golongan analgesik metampiron, parasetamol (klaim jamu pegel linu, pereda nyeri), antiinflamasi non steroid, fenilbutason, piroksikam (klaim jamu pegel linu).
Untuk golongan steroid, seperti prednison, dexametason (klaim jamu asam urat, encok, penambah nafsu makan, jamu gemuk). Untuk disfungsi ereksi jamu dicampur sidenafil sitrat, tadalafil sitrat (klaim jamu kuat/stamina pria) , dan anti obesitas yakni sibutramin, dietilpropion (klaim jamu pelangsing).
Ia menyebutkan ciri-ciri obat tradisional mengandung BKO, adalah efek yang ditimbulkan sangat cepat "cespleng" dan dalam waktu beberapa jam setelah mengkonsumsi sakit timbul kembali produk diklaim dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit.
"Pengamatan seksama terdapat butiran/kristal yang merupakan bahan kimia yang ditambahkan. Oleh karena itu sebelum mengonsumsi obat tradisional, pastikan obat itu memiliki izin edar yang bisa diketahui atau memanfaatkan aplikasi BPOM Mobile atau Cek BPOM). Waspadai obat tradisional yang memiliki klaim khasiat yang bombastis yang dapat menyembuhkan segala macam penyakit, Jika efek cepat setelah minum (cespleng), waspada penambahan BKO," katanya.
Selain itu juga teliti kemasan obat tradisional tersebut, jika kemasan memiliki gambar yang vulgar atau tidak sesuai norma, kemungkinan besar itu adalah obat tradisional yang tidak memiliki izin edar dari Badan POM dan mengandung BKO.
"Jangan gunakan obat tradisional bersama obat resep dokter, konsultasikan dengan dokter dahulu. Selalu periksa tanggal kedaluwarsa, kunjungi website Badan POM www.pom.go.id untuk mengetahui obat tradisional mengandung BKO di public warning. Baca keterangan Peringatan / Perhatian, misal: dilarang untuk wanita hamil, anak usia kurang dari 2 tahun, pasien dengan riwayat gangguan hati dan ginjal, dan lain lain," ujarnya.