Kritik Menhan Prabowo, Peneliti Sebut Penambahan Kodam di Tiap Provinsi Urgensinya Belum Jelas
Peneliti BRIN Diandra Megaputri Mengko (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Diandra Megaputri Mengko mengkritik keinginan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto yang mewacanakan komando daerah militer yang diwacanakan dibentuk di setiap provinsi di Indonesia.

Ia menyarankan Kementerian Pertahanan dan TNI Angkatan Darat memperjelas urgensi penambahan komando daerah militer yang diwacanakan dibentuk di setiap provinsi di Indonesia.

"Wacana yang berkembang selama ini masih mengandung masalah karena urgensinya belum jelas, rencananya juga belum rigid, dan masih membutuhkan kajian yang mendalam," kata Diandra dikutip ANTARA, Senin 20 Februari.

Karena itu, Diandra menegaskan pentingnya peran masyarakat sipil seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), akademisi, dan media massa untuk mengkaji wacana tersebut dari berbagai sisi.

Kajian tersebut, katanya, penting bukan hanya disampaikan kepada publik tetapi untuk mendorong pemangku kebijakan dan aktor pengawas, khususnya Komisi I DPR RI.

"Bahwa wacana yang mereka usulkan selama ini belum rigid, belum baik, dan perlu dipikirkan lebih dalam. Jadi kita perlu memberi masukan," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa jumlah kodam maupun komando teritorial (koter) dan/atau gelar pasukan bukanlah sesuatu yang statis, artinya bisa bertambah atau berkurang.

Kendati demikian, katanya, perubahan jumlah tersebut harus sesuai dengan reformasi sektor keamanan dan penyelenggaraan pertahanan yang harus memenuhi tiga hal penting, yakni efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas.

"Kalau ditinjau tiga-tiganya masalah wacana penambahan kodam ini masih punya masalah dan persoalan serius, masalah utamanya terletak di justifikasi atau urgensinya," kata dia.

Ia menilai Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto harus menjelaskan kepada publik terkait pernyataan yang bersangkutan bahwa wacana penambahan kodam sejalan dengan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata) serta mendorong kerja sama dengan pemerintah daerah (pemda) dan masyarakat.

Menurut Diandra, wacana tersebut bisa saja menjadi baik apabila ditempatkan bukan sebagai wacana penambahan tetapi sebagai upaya restrukturisasi komando teritorial.

Ia menambahkan bahwa diperlukan proses evaluasi pemerintah dengan indikator-indikator yang terperinci dan tegas.

"Apabila mengacu kepada UU TNI maka indikator yang bisa digunakan adalah daerah rawan keamanan. Mana saja sih daerah yang rawan? Oke berarti kita butuh berapa kodam misalnya. Mana saja yang tidak rawan? Oh berarti bisa dikurangi," ujarnya.

Dia meyakini ada beberapa daerah yang memang tidak perlu kehadiran Kodam karena tidak punya kerawanan keamanan. Namun di waktu bersamaan, lanjut Diandra, pulau terpencil yang masuk dalam indikator penambahan komando teritorial berdasar UU TNI justru relatif kerap diabaikan.

Diandra menilai bahwa di level regional sudah teramat banyak instruktur instansi pemerintah di bidang keamanan, khususnya di jajaran TNI AD dengan keberadaan komando resimen militer (korem), komando distrik militer (kodim), komando rayon militer (koramil), hingga bintara pembina desa (babinsa).

Justru ia menyoroti bahwa pengembangan komando di level regional diperlukan untuk TNI Angkatan Laut (AL) dan TNI Angkatan Udara (AU).

"Apalagi dinamika ancaman kontemporer itu membutuhkan kekuatan Angkatan Laut dan Angkatan Udara yang memadai, sebenarnya ini yang lebih penting untuk didorong dan dikembangkan ketimbang beberapa yang lain yang sudah ada," ujarnya.

Sebelumnya, pada 11 Februari 2023, Menhan Prabowo Subianto menyebut rencana penambahan kodam sudah sesuai dengan sishankamrata, terlebih hal serupa sudah dilakukan Polri yang memiliki polda di tiap provinsi.

"Itu rencana garis besar kita karena sistem pertahanan kita adalah pertahanan bersama rakyat semesta, jadi kita butuh bersama selalu dengan pemerintah daerah, pemerintah sipil," kata Prabowo di Jakarta.

Wacana pembentukan markas kodam di setiap provinsi pertama kali mengemuka dari Kepala Staf TNI AD (Kasad) Jenderal TNI Dudung Abdurachman kala memimpin Rapat Pimpinan (Rapim) TNI AD pada 10 Februari 2023 sembari menyebut rencana itu sesuai perintah dari Menhan dan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono.

"Sesuai dengan perintah dari Menhan dan Panglima TNI sudah setuju nanti setiap provinsi akan ada kodam," kata Dudung kala itu.