Kemen PPPA Selalu Bersuara Minta Pelaku Kekerasan Seksual Dihukum Berat, Lalu Bagaimana Perannya Mencegah Pencabulan Anak?
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar. ANTARA/HO-Kemen PPPA

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendesak aparat penegak hukum agar memberikan hukuman berat terhadap pedagang lato-lato yang menjadi tersangka pencabulan terhadap puluhan siswi sekolah dasar di Banyuwangi, Jawa Timur.

"Pelaku diharapkan mendapat sanksi hukum yang berat sesuai Undang-undang yang berlaku, mengingat kasus pencabulan bisa berdampak berat terhadap psikis korban," kata Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA Nahar dalam keterangan dikutip ANTARA, Kamis, 16 Februari.

Nahar menuturkan kekerasan seksual adalah kejahatan yang tidak bisa ditoleransi oleh apa pun.

"Apalagi dalam kasus ini, pelaku diinformasikan telah melakukan perbuatannya selama satu bulan, yang berarti dia berulang-ulang melakukan kejahatan terhadap anak-anak yang tengah membeli mainan," kata Nahar.

Menurut dia, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Banyuwangi segera melakukan pendampingan dan asesmen terhadap para korban.

Polsek Banyuwangi juga telah menetapkan pelaku sebagai tersangka dan menahannya.

Korban pencabulan diduga ada 21 anak yang berasal dari satu sekolah. Namun yang melapor baru dua korban dan empat korban sudah menjalani pemeriksaan polisi.

Polisi terus melakukan penyelidikan mendalam terhadap tersangka untuk mengetahui kemungkinan ada korban lain mengingat tersangka berdagang keliling di lingkungan sekolah yang berbeda-beda.

Atas perbuatannya, tersangka diancam dengan pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan dapat ditambah sepertiga dari ancaman pidana.

Selain dikenai pidana penjara, berdasarkan pasal 82 ayat (5) dan (6) pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku dan dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Terungkapnya kasus itu bermula dari pengakuan seorang siswi sekolah dasar itu yang menceritakan kepada orang tuanya, kemudian menyampaikan hal itu kepada kepala sekolah.

Selanjutnya guru mengundang wali murid berkoordinasi mengenai perilaku pedagang mainan keliling itu dan disepakati melaporkan pria inisial MM itu kepada polisi.

Awalnya kepala sekolah ingin memasang kamera pengintai (CCTV) setelah mendapat laporan dari wali murid. Akan tetapi, sebelum memasang kamera pengintai, sudah memergoki perilaku pedagang mainan itu melakukan pencabulan terhadap salah satu siswinya sehingga langsung diamankan pihak sekolah.