Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, melakukan pertemuan di Istora Senayan, kemarin pagi. Keduanya mengaku telah mendapatkan restu dari mitra koalisinya masing-masing untuk bekerja sama.

Pengamat politik Ray Rangkuti menilai, pertemuan tersebut adalah langkah realistis bagi PKB dalam menyikapi dinamika koalisinya dengan Gerindra. Sebab menurut Ray, Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) yang diisi Gerindra-PKB, paling rapuh.

"Koalisi PKB-Gerindra memang paling rapuh. Sulit memandang positif dan prospektif koalisi dua partai ini," ujar Ray Rangkuti di Jakarta, Jumat, 10 Februari, malam.

Ray mengatakan, Gerindra berada pada posisi membutuhkan segera mitra partai lain dalam koalisi. Hal itu yang membuat Gerindra menunda deklarasi pencalonan Pilpres 2024.

"Gerindra jelas melihat jika koalisi hanya dibangun di atas 2 partai ini, akan sulit dan bisa kalah di pasar pemilu. Oleh karena itu, butuh teman tambahan atau bahkan teman baru. Maka sikap Gerindra untuk tidak secara cepat deklarasi capres merupakan pilihan berdasarkan pertimbangan matang," katanya.

Ray menyebutkan, ketidaksegeraan deklarasi dan keraguan Gerindra itulah yang kemudian ditangkap PKB sebagai sinyal belum adanya kecocokan.

"Terus menghindarnya Gerindra untuk deklarasi adalah sinyal yang mudah ditangkap bahwa Gerindra belum sepenuhnya merasa klik dengan PKB. PKB tentunya, memiliki batas waktu sendiri. Dan, batas waktu itu makin mendesak," jelas Ray.

Oleh sebab itu, kata Ray, PKB mengambil sikap dengan melakukan banyak pertemuan politik. Sedangkan KIB bisa dilihat sebagai koalisi yang berpeluang menjadi koalisi tempat PKB berlabuh.

"Posisinya PKB ikut ke KIB. Tentu tidak lagi dengan tawaran cawapres. Lebih sebagai pilihan terakhir di saat bangunan koalisi yang akan dibangun tak juga terwujud. Dugaanku, bergesernya posisi PKB ke KIB adalah jalan realistis bagi PKB," pungkasnya.