JAKARTA - Sejumlah partai politik (parpol) sudah mulai saling bertemu untuk membahas Pemilu 2024.
Misalnya Partai Golkar. Setelah sebelumnya menerima kunjungan dari NasDem PKS, pagi ini partai beringin kembali melakukan pertemuan dengan PKB. Beberapa waktu lalu, Partai NasDem juga bertemu dengan PKB, Gerindra dan PKS.
Peneliti senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN), Firman Noor, menyebut silaturahmi yang belakangan terjadi antara elite partai politik merupakan upaya untuk mengkonsolidasikan kekondusifan situasi jelang Pemilu 2024.
"Saya kira masih berkaitan dengan kepentingan elite-elite untuk mengkondisikan situasi agar lebih kondusif," ujar Firman, Jumat, 10 Februari.
Menurutnya, pertemuan-pertemuan itu bisa dilihat sebagai upaya konsolidasi untuk melaksanakan jadwal pemilu sesuai ketentuan dan dukungan pada sistem pemilu proporsional terbuka.
"Tidak ada sesuatu yang menyimpang dari kepentingan mereka pada umumnya, untuk menjalankan pemilu dengan proporsional terbuka, terus tetap terjadinya pemilu (sesuai jadwal). Itu saya kira agenda untuk terus terkonsolidasikan. Karena tetap ada kekuatan-kekuatan yang tidak menginginkan itu," ungkapnya.
Firman menilai, pertemuan antar parpol itu juga dimungkinkan membawa agenda untuk melakukan pendekatan. Sebab, akan terjadi upaya saling menarik parpol untuk bergabung dalam suatu koalisi.
BACA JUGA:
"Ada ajakan yang sifatnya cukup serius. Ada yang mungkin sekadar basa-basi. Tapi komunikasi akan selalu dibangun," katanya.
Tidak hanya Golkar, Firman mengatakan, partai lain juga cukup aktif dalam membangun silaturahmi. Pasalnya, masing-masing partai ingin membangun dan memperbesar pengaruh dan kekuatan politik.
"Saya kira semuanya cukup aktif, tidak hanya Golkar. Golkar tentu saja mencoba untuk membangun sebuah kekuatan politik yang lebih besar. Itu saya kira wajar, seperti keinginan pada umumnya partai," ucapnya.
Namun, Firman menekankan, parpol harus mampu membangun komunikasi politik yang apik karena beberapa partai telah terikat komitmen dengan koalisi. Karena jika terjadi kesalahpahaman, maka koalisi akan bubar.
"Cuma kan di situ menariknya, karena sebagian partai kan sudah terikat komitmen, sebagian belum. Ini memang harus pintar-pintarnya bagaimana komunikasi itu dibangun. Jangan juga koalisi yang sudah di depan mata malah hilang. Itu harus dipertimbangkan," pungkasnya.