JAKARTA - Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati menyarankan TNI Polri menutup bandara-bandara perintis di Pegunungan Papua guna mencegah berulangnya aksi gangguan keamanan yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) /Kelompok Separatis dan Teroris (KST).
“Ada baiknya, sementara tutup bandara-bandara perintis di Pegunungan yang menjadi sarang KKB/KST,” kata Nuning dilansir ANTARA, Rabu, 8 Februari.
Menurut Nuning, langkah ini lebih baik ketimbang TNI Polri segera melakukan operasi gabungan yang terintegrasi serta informatif setelah kejadian pembakaran pesawat Susi Air yang diklaim dilakukan KKB pimpinan Panglima Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) OPM Ndugama Bridgen Egianus Kogeya (EK).
Dengan menutup bandara-bandara perintis itu, kata dia, pemerintah dapat membangun satu bandara yang lebih besar dan kuat sebagai pangkal perlawanan dan pusat logistik TNI Polri yang menjadi sulit dikuasai oleh KKB.
“Sebagai saran tidak harus segera ada operasi gabungan TNI Polri yang terintegrasi serta informatif satu sama lainnya,” kata dia.
Langkah lainnya, kata Nuning, TNI Polri secepatnya dapat menangkap EK secara hidup-hidup untuk membongkar jaringan yang dimilikinya.
KKB ataupun KST melakukan pembakaran pesawat bukan yang pertama kalinya, aksi tersebut sudah berulang, sehingga tindakan ini dilakukan sebagai bentuk perlawanan kelompok tersebut terhadap pembangunan dan pemekaran daerah baru (DOB) di Papua.
“Paling tepat EK ditangkap hidup-hidup agar bisa diketahui jaringan yang dimilikinya, termasuk yang berasal dari luar negeri,” kata Nuning.
Nuning menyebut, gangguan keamanan yang dilakukan kelompok EK kali ini mengindikasi lanjutan aksinya yang merupakan bagian dari pernyataan perang menolak semua pembangunan, termasuk pemekaran DOB dan penambahan Kodim di wilayah Papua.
BACA JUGA:
Hal-hal penting lainnya yang dapat dilakukan aparat keamanan dalam mengantisipasi gangguan keamanan oleh KKB, kata Nuning, yakni melakukan dialog dengan tokoh-tokoh Papua yang anti Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Langkah ini untuk mengetahui apa yang menjadi keinginan kelompok tersebut, termasuk mencari tahu pendapat mereka terkait pemekaran daerah otonomi baru di wilayah Papua. Ada pendapat ini akan diikuti pos-pos TNI Polri yang baru,” kata Nuning.
Langkah berikutnya, melakukan dialog dengan yang pro NKRI, termasuk dialog dengan kelompok adat, tokoh agama, tokoh pemuda dan lainnya.