Bagikan:

BEKASI - Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, berkomitmen merealisasikan beragam resolusi menangani sampah sebagai upaya pencegahan darurat sampah di daerah itu pada awal tahun 2023.

Penjabat Bupati Bekasi Dani Ramdan mengatakan perlu strategi khusus untuk penanganan sampah mengingat secara geografis Kabupaten Bekasi merupakan wilayah hilir dengan total 600 ton sampah per hari yang masuk ke Tempat Pembuangan Sampah (TPA) Burangkeng.

"Selain volume sampah yang besar setiap hari, kesadaran masyarakat untuk mengolah sampah juga masih minim," kata Dani Ramdan, dikutip ANTARA Senin, 30 Januari.

Dani menyebutkan sejauh ini strategi penanganan sampah dilakukan dengan menggenjot petugas persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi secara terus menerus.

"Petugas kita itu, Senin sampai Jumat mengangkut sampah dari rumah warga, dari pasar dan dari pabrik. Sedangkan Sabtu dan Minggu mereka mengangkut sampah dari sungai, terus begitu. Karena seminggu terlewat saja, sampah sudah penuh," katanya.

Pemerintah Kabupaten Bekasi tahun 2023 ini mencanangkan pembangunan instalasi pengolah dan pengumpul sampah di total 16 aliran sungai yang terindikasi kerap dijadikan tempat pembuangan sampah.

Menurut dia, menyadarkan warga agar tidak membuang sampah ke sungai, memang tidak mudah, membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk sosialisasi, bahkan penerapan sanksi pun belum membuahkan hasil optimal.

"Dikasih sanksi dan sebagainya juga agak sulit. Di samping Bekasi memang daerah hilir, dimana sampah dari hulu juga terbawa," ucapnya.

Pemerintah daerah sedang menyiapkan bidang tanah seluas dua hektare lebih untuk perluasan lahan TPA Burangkeng agar mampu menampung sampah sementara setidaknya dalam setahun ke depan sambil menyiapkan konsep secara mendasar dengan strategi pengolahan dari sumber.

"Tahun 2024 Bekasi harus sudah punya solusi yang lebih mendasar lagi karena kalau hanya menambah luas, tidak menyelesaikan secara fundamental. Kami akan buat dengan dua strategi, sampah di TPA Burangkeng diolah, sampah dari sumber (rumah) juga dikurangi," katanya.

Pihaknya juga akan mendorong pengolahan ini dengan membangun tempat pengolahan sampah terpadu di tingkat kecamatan, desa atau kelurahan, hingga bank sampah di tingkat RT/RW.

"Itu nanti akan terus digencarkan sehingga diharapkan mampu mengurangi volume sampah di TPA Burangkeng," katanya.

Skema daur ulang sampah menghasilkan nilai ekonomis seperti budidaya maggot, kompos, dan produk ekonomi kreatif pun akan diupayakan agar mampu mendapatkan hasil maksimal namun membutuhkan perubahan sikap mendasar dari masyarakat.

"Kebiasaan memilah sampah dari rumah. Ini yang agak sulit, tetapi beberapa RW sudah berhasil karena ada bank sampah, jadi ibu-ibu di rumah sudah mulai, sampah organik khusus, dibuang tiap hari, sampah non-organik seminggu sekali," katanya.

Dani menyebutkan sampah Burangkeng yang sudah bertumpuk selama 20 tahun itu juga bisa dimanfaatkan menjadi sumber energi.

"Secara teori bisa jadi tenaga listrik, bisa juga briket pengganti batu bara, nah untuk di kita studinya lebih ke briket," ucapnya.

Program ini tengah diupayakan untuk disinergikan bersama para investor yang mampu membeli mesin untuk pabrik pengolahan menjadi briket bersama pihak yang akan membeli briket.

"Karena volumenya besar, kalau kita hanya bisa memproduksi tapi tidak bisa dijual ya percuma. Harus ada tiga pihak, mudah-mudahan dalam waktu dekat mulai ada investasi, untuk instalasi pabrik, tahun depan atau dua tahun lagi pabrik ini sudah berjalan, maka ini bisa jadi solusi jangka panjang," kata dia.